Sabtu, 26 November 2016

UPACARA BENDERA DI PASIR BERBISIK BARENG OM INDRO (17 AGUSTUS 2015) BEST MOMENT

TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Bendera merah putih berkibar di hamparan Pasir Berbisik, Senin (17/8/2015).
Kecuali petugas pengibar bendera, prosesi pengibaran bendera kebanggaan Tanah Air seluruhnya dilakukan oleh para bikers dari Jawa Timur.
Untuk pengibar bendera merah putih dilakukan tiga orang pelajar SMA Negeri 3 Kota Probolinggo, Aris Hermawan, Alif Syaiful R, dan Hariyani Ayu P. Lainnya, termasuk pemimpin upacara, Somad, adalah para bikers.
Yang istimewa, di antara petugas upacara pengibaran bendera merah putih di hari Kemerdekaan ke-70 RI di Pasir Berbisik ini adalah Indrodjojo Kusumonegoro alias Indro ‘Warkop’ yang sering dijuluki The Legendary Bikers.
Prosesi pengibaran bendera merah putih yang digelar Castrol dan diikuti sedikitnya 80 bikers dari seluruh Indonesia itu dimulai pukul 08.00. Para bikers yang sebelumnya sempat menikmati matahari terbit di Gunung Penanjakan ini berjajar rapi bersama para undangan lainnya.
Seluruh rangkaian berlangsung singkat namun khidmat.
Ketiga pelajar pengibar bendera pun berhasil melaksanakan tugasnya mengibarkan bendera dengan sempurna dengan iringan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan seluruh peserta upacara. Murid SMAN 3 Kota Probolinggo lainnya yang dipercaya menjadi dirigen yaitu Suge Virya. “Deg-degan. Tapi senang bisa menjalankan tugas dengan baik,” ujar Suge.
ini pas aku lagi ngibarin benderanya bareng Aris dan Alif
 narsis dulu laah bareng guru, teman-teman daan OM INDROOOOO
 bareng OM INDRO yeayyy

The First Love



The First Love
            Hidup ini selalu ada yang pertama… Pertama kali mulai bisa bicara, pertama kali bisa jalan, pertama kali masuk sekolah, dan pertama kali jatuh cinta. Cinta pertama, gak akan pernah bisa dilupain. Namaya Brandon, oranganya tinggi, gagah, putih, dan mempunyai kumis tipis dibawah hidungnya. Dia juga termasuk orang yang mempunyai banyak penggermar di sekolah. Aku juga kagum dengan segala sesuatu yang dilakukannya. Apapun yang dilakukannya pasti akan menjadi sorotan para siswa di sekolah, terutama cewek. Tak jarang kalau aku sedang berkumpul bersama teman-teman alias ngegosip bareng, pasti yang menjadi topik pertama adalah Brandon. Wajahnya yang rupawan, apalagi kalau sudah mendapat lengkungan manis dari bibirnya…. Duuuuh tak akan bisa lepas dari benak kita. Tapi, dia bukanlah cinta permamaku. Cinta pertamaku adalah  seseorang pemilik mata hazle yang sangat indah yang pernah ku lihat. Lengkukan bulu matanya yang panjang dan tebal membuatku tak mau melepaskan pandanganku dari mata yang indah tersebut. Aku masih ingat saat pertamakali kenal dia. “Cakkaaaa !! “ teriakku iseng dari lantai dua rumahku.  Dan saat dia menegok ke atas, keatas dimana terian itu bersal aku langsung menyembunyikan keberadaanku. “Cakkaaa” teriakku lagi dan lagi, aku tertawa geli melihatnya bingung seperti itu. Dan akhirnya dia mengetahui keberadaanku. Dan kita saling kenal satu sama lain dan akrab dan semakin akrab lagi…
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
            Aku menyusuri jalanan kota dengan ditemani suara bising motor yang menderu-deru. Dengan lampu-lampu kota yang terang dan hembusan angin malam yang menerpaku.
            Ya… aku baru pulang dari kursus bahasa inggris yang terletak di pusat kota, tepatnya didaerah Km 0, Jogjakarta. Aku hanya berjalan menunduk saat itu. Ayah yang biasa menjemputku sekarang sedang sibuk dengan pekerjaannya, dan dengan terpaksa hati aku harus mencari angkutan kota yang sejalur dengan tempat timggalku. Malam ini sangat menjengkelkan, begitu juga orang yang aku suka dari dulu tidak pernah tahu tentang perasaanku. Entah dia berpura-pura atau memang dia benar-benar tidak tahu. Oh Tuhan, aku berharap dia cepat peka tentang perasaan ini…
            Kami satu sekolah, satu tempat kursus, bahkan satu kompleks. Jadi, setiap hari aku bertemu dengannya. Aku mengenalnya mulai dari kelas 6 SD dan saat itu pula tumbuh rasa suka padanya sampai sekarang. Ingin aku mengatakan semua isi hati, bahwa aku mengaguminya, cinta padanya dan bahkan sampai sekarangpun aku tetap menunggunya.
            “Brumm… Brummm… “ suara gas motor menyadarkannku dari lamunan. Aku menghiraukannya dan tetap berjalan menyusuri trotoar. 
            “Hei cewek” seseorang yang mengejutkanku berkata dari arah belakang. Aku tetap menghiraukannya sambil mempercepat langkah kakiku. Bagaimana tidak menakutkan, seorang gadis yang masih dibawah umur berjalan sendiri menyusuri trotoar yang ada ditepi jalan raya, tempat biasanya untuk pengamen muda yang bertindik dan tidak lagi bersekolah atau laki-laki berandal yang sedang berjalan-jalan untuk menggoda seorang gadis.
“Cewek, heh !!” terdengar suara itu lagi. Aku semakin mempercepat langkah kakiku dengan memegang erat handphone yang ku genggam. “Hanna!!” teriaknya. Aku langsung reflex menoleh kebelakang “Cakka??  ih kamu ternyata ! kurang kerjaan ya bikin orang ketakutan” sautku dengan nada agak membentak “siapa yang nakutin sih? Kamu aja yang lebay. Dari tadi dipanggilin malah dihiraukan, jalannya cepat pula kayak kerata api” jawabnya. “Makanya kalau manggil jangan gitu. Sepeti tak mengenaliku saja” jawabku dengan kesal.
“Ya sudahlah gak usah segitunya..”. “Mau kemana sih kok sendiri?” sambungnya.
“Ke pasar ! ya pulang lah. Ayahku lagi gak bisa jemput, dari tadi aku jalan sambil mencari angkot yang lewat jalan ini, tapi malah gak ada yang lewat satu pun” “Oalah… Kenapa tadi gak minta boncengin aku aja? ayo naik” ajaknya “Lagian rumah kita kan berdeketan”.
“Hah beneran?”
“Iya ayo cepat, mau minta bantu gitu aja pake gengsi segala” ledeknya.
“Ih apaan sih Han” jawabku sambil memukul lengan Hanna dengan pelan. 
Cakka Nuraga, nama yang tak asing lagi didengar oleh remaja-remaja pecinta skateboard. Para remaja di kotaku juga banyak yang mengenalinya. Bahkan dalam satu sekolah, hampir semua gadis-gadis yang suka dan berusaha mendekatinya. Bagaimana tidak, kita dibuatnya kagum dengan wajah tampan yang dihiasi dengan mata dan alis yang berbulu tebal, hidung yang mancung, bibir yang tipis, serta pipi yang mulus tak ada satupun jerawat yang menempel. Cara berpakaiannya pun cukup  keren. Apalagi saat dia sedang memainkan skateboard, tak ada kata-kata lagi untuk mengungkapkan rasa kaguman untukya.
Tidak hanya skateboard yang bisa dimainkannya. Dia juga bisa bermain basket, bola volley, sepak bola, menyanyi, dan sebagainya. Dia adalah laki-laki yang mempunyai segudang bakat. Aku selalu mendukung apapun yang dilakukannya selama itu baik untuk hidupnya.
Bahkan nama belakangku sama dengannya, Hanna Putri Nuraga. Bagiku nama ini mempunyai keunikan tersendiri. Atau mungkin kita memang ditakdirkan untuk berjodoh. Banyak kesamaan diantara kita, bahkan kita sering melakukan sesuatu yang sama, misalnya memakai baju yang berwarna sama atau saat aku keluar rumah, dia juga keluar dari rumahnya.
 “Sudah sampai, ayo turun” suaranya mengejutkanku. “Eh iya, cepat sekali ya, tempat lesnya kurang jauh sih” jawabku. “Haha enak ya bonceng aku? yaiyalah kan diboncengin sama anak kece” jawabnya sambil menoleh ke arahku yang berada di samping kirinya. Aku menatap matanya yang sangat indah itu dan jantungku semakin berdegup lebih kencang daripada biasanya. “Huuu PD” sautku. “Ya sudah aku masuk dulu, makasih ya Kka” sambungku. “Sip” jawabnya dengan singkat dan langsung memasuki gerbang rumahnya.
Aku berjalan kearah pintu samping rumahku dengan wajah penuh bahagia. “Tadi pulang naik apa Han? Tanya ibu. “Dianterkan teman lesku bu” jawabku. Aku sengaja tak mengatakan bahwa aku diantarkan Cakka, karena ibu tahu kalau aku menyukainya, aku takut ibu meledekku seperti dulu. Aku menuju kamar lalu merebahkan diriku diatas tempat tidur. Aku menatap langit-langit kamarku, dan memikirkan kejadian yang baru saja ku alami bersama Cakka. “Kapan sih dia sadar kalau aku suka dengannya?” ucapku dalam hati.
“Dreeeeet…..Dreeeeet….” suara getar handphoneku yang berada di samping kanan kepalaku. Aku mengambilnya dan dilayar terdapat satu pesan baru yang masuk ke nomerku. Aku membukanya dan terkejut saat meliahat nama pengirimnya. “Cakka” ucapku. “Ciee yang lagi kepikiran yang tadi, uhuk” katanya melalui pesan tersebut. “Ih tau saja sih” jawabku dalam hati. Lalu aku membalas pesan tersebut “PD banget” jawabku singkat. “Minggu pagi besok, aku ada latihan skateboard, mau lihat gak?” balasnya lagi. “Enggak” lagi-lagi ku jawab pesannya dengan singkat. “Gak mau tau, pokoknya besok jam 10.00 harus datang. Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. Kamu besok bawa motor sendiri ya, jadi aku pulang bonceng kamu” balasnya lagi. Aku bertanya-tanya mau diajak kemana, tapi dia tetap tak mau memberi tahuku. Karena penasaran, aku berfikir ini adalah kesempatanku untuk berjalan-jalan lagi dengannya, maka dari itu aku menuruti permintaanya.
                 Aku selalu bertingkah cuek kepadanya, agar dia tak mengerti bahwa aku menyukainya. Maksudku agar dia penasaran denganku. Tapi sampai sekarang usaha ini sia-sia saja, dia tetap tak bisa merasakan yang selama ini sudah ku perbuat untuknya.
“Tugtingtung….Tungtingtung…” suara alarm di handphonku berbunyi. Aku segera mengambilnya dan menekan tanda ‘tunda’ dilayar. Lalu aku melanjutkan tidur sebentar. Tiba-tiba aku teringat akan janjiku semalam, Aku segera bangun dan langsung mandi. Aku memilih baju yang cocok untuk ku pakai nanti menemui Cakka di Skate Park yang terletak di tengah kota. Setelah semuanya sudah ku siapkan, karena masih terlalu pagi, aku memutuskan untuk menyapu rumah dan halamnku terlebih dahulu. Lalu aku dikagetkan dengan suara anak laki-laki yang berbicara dibalik jendela kamarnya “Han, datang loh ya”. Aku langsung menoleh kearah kananku “Memangnya buat apa sih aku datang kesana?” tanyaku. “Kepo ! adadeh pokoknya datang aja” jawabnya. Aku hanya menjawab dengan kata ‘huh’ lalu melanjutkan menyapuku.
Jarum jam di tanganku sudah menunjukan ke angka 09.30, aku segera berangkat menuju latihannya tersebut. Aku menghentikan gas motorku saat aku membelokkan motorku kearah kiri jalan, yaitu tempat bermain skate itu berada. Terlihat segerombolan anak laki-laki disana. Mataku sibuk mencari keberadaan Cakka, dan aku menemukannya. Dia sedang duduk diteras yang bertingkat bersama salah satu temannya.
Aku mengirim sebuah pesan singkat kepadanya “Aku uda sampai, cepat kesini”. Aku melihat dia mengambil sebuah handphone dari saku kanan celananya, dan setelah membacanya dia langsung melihat ke depan, yaitu ke arahku. Aku melambaikan tangan ke arahnya. Dia beranjak dari duduknya dan mengambil sebuah helm berwarna putih dan merah muda. Lalu dia segera menghampiriku. “Mau kemana bro?” teriak salah satu temanya yang lumayan keras sehingga aku bisa mendengarnya. “Adadeh..gue balik duluan ya” teriaknya.
“Turun!!” perintahnya. “Mau ngapain?!!” bentakku. “Jangan banyak tanya deh, ayo turun cepetan”. Aku segera turun dari motorku. “Mana kuncinya?” tanyanya. “Nih” aku menyodorkan kunci motor yang kugenggam. “Ayo naik” dia mengejutkanku yang sedang menatap gerombolan laki-laki yang sedang melihat ke arahku dan Cakka. Aku segera menaiki motor yang dikendalikan Cakka. “ayo cepetan, aku sungkan dilihatin mereka” kataku sambil menepuk pundak sebelah kanannya. Dia langsung membelokkan setir motornya dan kami segera keluar dari wilayah tersebut.
“Memangnya kita mau kemana sih Kka?” tanyaku berulang-ulang. Tapi dia tetap saja merahasiakannya. Beberapa saat kemudian, dia menyebrang kearah kanan jalan  dan menghentikan motornya di depan sebuah toko. Kami segera memasukinya, dan dia menarik tanganku ke tempat yang khusus untuk boneka. “Ya Tuhaaaann, Cakka megang tanganku..” ucapku dalam hati. Aku memejamkan mata sambil mengerutkan keningku sejenak dan melepas senyum. Karena ini adalah pertama kalinya dia memegang tanganku.  Aku merasa tambah gugup , aku takut dia sampai mendengar suara degupan jantungku yang semakin kencang. Aku mencoba menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan agar aku tetap terlihat tenang.
“Kita ngapai kesini? mau ngebeliin aku boneka?” tanyaku. “GR deh, coba pilih satu boneka yang menurut kamu bagus” mintanya kepadaku. “Hah?” jawabku bingung. “Yang ini” aku menunjuk boneka kotak yang berwarna kuning, yaitu boneka spongebob. “Ih boneka yang romantis dong” balasnya. Aku menebak-nebak untuk apa dia menyuruhku memilih boneka. “Apakah dia mau membelikanku?” ucapku dari dalam hati sambil senyum-senyum sendiri. “Mungkin yang ini” aku mengambil boneka beruang berwarna coklat yang berbulu halus dan terdapat gambar love didadanya. “Yang ini? Bagus juga, oke yuk ke kasir” ajaknya. Aku berjalan membuntutinya.
“Mbak, bonekanya dibungkus ya” ucapnya kepada seorang pegawai toko tersebut. Aku mulai merasa kalau boneka itu bukan untukku, dan aku juga semakin penasaran Cakka akan memberikan boneka itu kepada siapa. Saat kami sudah keluar dari toko tersebut aku coba menanyakannya lagi “buat siapa sih bonekanya?” “buat Ulin Han,” jawabnya “Kira-kira dia suka gak ya?” sambungnya lagi. ‘Duggg…’ “Ya Tuhan..” ucapku dalam hati. Rasanya sakit sekali saat dia mengatakan itu kepadaku. Rasanya seperti rongga besar yang menganga menembus dadaku dan seperti ada yang mengganjal dikerongkonganku. Aku mencoba menahan air mata yang sudah tak kuat merasakan sakit ini. Aku menarik nafas lagi dan menghembuskannya. Aku melirik keatas, mencoba untuk menghalangi air mata ini untuk keluar. Aku menelan ludah, yang sangat sakit saat masuk dikerongkongan. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi. Aku segera memakai helmku dan berbalik kearah belakang sebentar untuk mengusap air mata yang keluar dari mataku.
“Hei, ayo naik” ucapnya, aku segera menaiki motor itu. Aku menundukan kepalaku, melihat tanganku yang tadi sempat dipegangnya. Air mataku juga sudah keluar. Aku ingin segera pulang, tapi aku tak sanggup berbicara lagi dengannya. mulutku terasa kaku. “gak boleh nangis, gak boleh nangis” ucapku berkali-kali dalam hati. “Ya Tuhan, aku sudah tidak kuat menahan air mata ini” keluhku dari dalam hati. Beberapakali aku menggosok-gosokkan jari telunjukku kemata kanan kiriku untuk mengusap air yang ingin keluar dari mataku.
“Kok berhenti di sini?” tanyaku lemas. “Ayo masuk, aku traktir deh” jawabnya sambil menggandengku lagi. “Kenapa tanganmu dingin dan berkeringat?” tanyanya. “Nggakpapa kok, aku memang sering seperti ini” jawabku.maksudku ‘sering seperti ini’ adalah sering merasa sakit hati karena cemburu dengannya, tapi dia tetap saja tak pernah peka dengan apa yang kurasa. Dia mengajakku di sebuah café. “Di sini aja Kka” ucapku yang menghentikan langkahnya. Aku mengusap-usapkan jari telunjukku kemata. “Kamu kenapa?” tanyanya kepadaku. “Nggakpapa, tadi pas jalan aku gak tutup kaca helmya, jadi mataku kelilipan, merah gak?” tanyaku, agar dia tidak curiga. “Iya merah, uda jangan digituin lagi” dia menepis tanganku yang terus menggosok mata.
Beberapa menit sudah berlalu “Kka, pulang yuk” ajakku.
“Loh kok buru-buru?”
“Aku lagi banyak tugas yang belum dikerjain”
”Tapi kan kita belum….. Ya sudah lah” jawabnya sambil memberikan senyum yang begitu manis kepadaku.
Sesampainya di rumah, aku langsung memasuki kamar dan menutupnya. Aku menangis di bawah bantal. Berkali-kali aku mencoba menjerit untuk meluapkan rasa sakitku tersebut. Aku segera mengambil wudhu dan melaksanakan sholat agar aku merasa lebih tenang dengan mencurahkan isi hatiku kepada Tuhan.
Aku sudah melupakan kejadian yang ku alami kemarin. Aku hanya duduk santai di depan teras rumah sore itu, sembari memperhatikan Bagus yang sedang bermain skateboard bersama temannya di depan rumahku. Letak rumah kami berhadapan, sehingga tak jarang aku mengintip apa yang sedang dilakukannya. Setiap hari aku bertemu dengannya, dan mungkin karena itu pula yang membuat aku sulit move on dari dia. Tak ada rasa bosanyang ku rasakan, malah akan menambah semangat jika melihat wajahnya.
Kita sering saling tatap mata. Bahkan, saat aku tau kalau dia memperhatikanku, lalu aku mencoba membalas pandangannya, tapi dia selalu mencoba untuk mengalihkan pandangannya. Tak jarang jika sedang berbicara denganku, dia tak melihat mataku. Dia memang melihatku, tapi dia tak melihat kearah mataku.
“Hanna” seseorang memanggilku. “Ha?” “Apa Kka?” tanyaku. “Sini dulu deh” ajaknya kepadaku. “Loh kamu kenapa?” tanyaku lembut. “Iya Han akhir-akhir ini aku sering bertengkar sama Ulin, udah beberapa kali kita hampir putus. Aku sayang dan cinta banget sama dia. Aku gak mau kehilangan dia. Aku harus bagaimana lagi supaya hubunganku dengannya tak runyam?” tanyanya sedih. Aku mencoba memberinya masukan agar hubungan mereka membaik, walaupun sebenarnya aku sulit untuk mengatakannya. Tapi aku berusaha memberi kebahagiaan yang terbaik untuknya.
Aku kembali ke dalam rumah dan segera memasuki kamar kecilku yang sedikit berantakan. Aku mengambil guling yang berada diatas kedua bantal empukku. Lalu kupeluk erat guling yang berwana coklat tua tersebut, dan mencoba memegang kembali tanganku yang pernah dipegannya. Air mataku mulai berjatuhan begitu saja. Membasahi bantal dan bajuku yang berwarna biru sehingga terlihat jelas jika ada air yang menetesinya. Sedih rasanya mengingat semua pengorbananku selama ini yang tak pernah dihargainya, yang tak pernah dirasakannya lebih.
“Apakah  ini yang dinamakan sakit hati? Ketika kita sudah berharap, cinta kita hanya bertepuk sebelah tangan.. Apakah ini yang dinamakan kecewa? Ketika kita sudah melakukan banyak hal untuk membuatnya tersenyum justru tak ada yang dihargainya?” 
“Mungkin aku memang tak pantas untukmu Kka. Ulin sangat menyayangimu begitupula denganmu. Kalian memang benar-benar pasangan yang serasi. Melihatmu tersenyum bahagia saja sudah bisa membahagiakanku, walau senyum bahagia itu bukan kau persembahkan untukku, melainkan kau berikan kepada dia yang kau cintai. Seorang perempuan yang sangat kau sayangi. Seorang gadis cantik yang sedang mengisi hatimu sepenuhnya saat ini. Kenapa bukan aku yang kau pilih? Apakah pengorbananku selama ini tak cukup untuk mengambil hatimu? Mungkin kita hanya ditakdirkan untuk menjadi seorang teman dan tetangga” ucapku dalam hati. Air mataku terus membasahi pipi. Aku manangis tersedak-sedak sambil mencoba menahan suara tangisan yang keluar dari mulutku.
Percuma saja walau aku berteriak bertanya-tanya kenapa bukan aku yang mengisi hatinya. Hal itu akan menambah rasa sakit hatiku. Sakit yang sangat dalam. Tiga tahun mencoba memendam rasa suka, memendam rasa sayang kepada orang yang tak pernah menyukaiku. “Ya Tuhaaaan” ucapku pelan sampil merebahkan badanku kekasur yang empuk. Aku melihat keatas, memandang cahaya putih yang menerangi kamarku. Lalu aku merasa lelah dan tertidur begitu saja.
“Awww” teriakku kesakitan. Ada seseorang yang melemparku dengan bola volley dari arah samping kananku, yaitu tempat kelas XI IPA 2 sedang berolahraga. Aku melihat kekanan dan ada Cakka disana. “Enak??” tanyanya dengan wajah gembira. “Mana bolanya, lemparkan kesini” sambungnya. “Awas kamu ya” teriakku sambil memperlihatkan tangan kananku yang sudah menggempal. Dia hanya tertawa gembira melihatku kesakitan. Aku hanya menganggap yang dia lakukan tadi hanya bercanda. “Setiap nyakitin gak pernah ada rasa bersalahnya sedikitpun. Semalam uda dibuat sakit hati, sekarang dibuat sakit kepala. Udah gak minta maaf” gerutuku dalam hati. Aku langsung duduk bersama teman-temanku. Mereka mencoba menggodaku dan aku terus berusaha mengalihkan pembicaraan mereka. Karena banyak yang tau dari mereka kalau aku menyukai tetanggaku tersebut.
------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku keluar rumah untuk membeli makanan ringan di warung kecil yang sepi. Saat aku hendak kembali ke rumah, aku melihat Cakka sedang menduduki sebuah  motor, dia sedang berbincang dengan seorang laki-laki berkulit putih, yang memakai kaos berwarna putih, celana jogger jeans pants, dan kakinya dibalut dengan sepatu adidas berwarna hitam yang dibagian alasnya terdapat warna putih. Dia tampak sangat keren tetapi tetap, dia tak bisa mengalahkan perhatianku yang kearah Cakka.
“Halo Kka” sapaku kepadanya. “Siapa Kka?” Tanya laki-laki itu kepadanya. “Ini loh anak depan rumah”. Beberapa menit aku berbincang-bincang dengannya, aku segera memasuki rumah. Setelah belajar aku mengambil handphone yang tergeletak diatas tempat tidur. Aku menekan sebuah tombol kunci yang ada disamping kanan handphoneku, lalu mengusap layarnya menggunakan jempol kananku. Terlihat ada beberapa pesan yang masuk dan salah satunya aku membuka pesan yang dikirim setelah sekitar satu jam yang lalu. “Hay, aku Elang, ini Hanna yang tetangganya Cakka itu kan?”. Aku sangat kaget membacanya lalu ku lepaskan senyum bahagia sehingga lesung pipiku terlihat sangat jelas. “Elang? Anak keren yang tadi ngobrol dengan Cakka  tadi bukan?” pekikku dalam hati. “Iya, ini Elang temannya Cakka bukan sih?” balasku kepadanya. Kami sudah menghabiskan waktu semalaman untuk mengirim pesan-pesan singkat. Aku sejenak tidak memikirkan Cakka, aku tak biasanya sebebas ini, terlepas dari wajah bagus yang selalu membayangi fikiranku.
Setelah berhari-hari kita berhubungan, dia menyukaiku. Dia memintaku untuk menjadi pasangannya. Aku bingung untuk menjawab apa, aku mau dengannya karena dia sangat memperhatikanku. Tapi hati ini rasanya tak bisa untuk dimiliki siapapun. “Aku mau dengannya, tapi bagaimana dengan Cakka?” kata yang selalu ku ucapkan setiap ada laki-laki yang ingin memilikiku. Elang terus memaksaku untuk memberi jawaban ‘Iya’, dan akhirnya aku menerima cintanya. Aku meneteskan sebuah air yang rasanya asin dari mataku. Aku mencoba menerima Elang menjadi kekasihku agar aku bisa melupakan Cakka. Tapi salah, ternyata aku tetap menyukainya. Aku tak bisa mengalihkan perhatianku kepadanya walaupun aku sedang bersama Elang.
“Han” seseorang memanggilku dengan keras dari arah belakang. Aku membalikkan badanku kearahnya. Dia ternyata Aldo, laki-laki yang sangat dekat dengan Cakka dari kecil. “Kamu jadian sama Elang?” tanyanya dengan wajah serius. “Iya, memangnya kenapa?” jawabku santai. “Kamu ini gimana sih !” bentaknya kepadaku. “Kamu gak mikirin perasaan Cakka ya !” sambungnya. “Loh maksud kamu?” tanyaku kepadanya. “Dari dulu aku kan uda sering ngecomblangin kamu sama Cakka. Masa sih, kamu gak bisa peka sih kalo dari dulu Cakka suka sama kamu” ceritanya kepadaku. Aku benar-benar kaget dan tak percaya dengan apa yang diucapkannya. ‘Duuggg’ jantung ini langsung berdetak sangat cepat dan dadaku tiba-tiba terasa sakit. Rasanya aku ingin meneteskan air mata haru.
Aku menelan ludahku dan berkata “Kamu serius? Dia kan sudah sayang banget sama mbak Ita? Aku pikir dia sudah menemukan pasangan yang cocok. Aku pikir dia tak pernah memikirkanku, aku pikir dia tak pernah memperhatikanku dan aku pikir dia hanya menganggapku sebatas teman”. “Makanya kamu coba peka sama perasannya, meemangnya kamu sudah lama sama Elang?” tanyanya kepadaku. “Belum sampai satu bulan Do” jawabku. Aku sudah mengetahui banyak hal tentang dia selama ini, dan dugaanku kepadanya salah besar. Ternyata dia juga sering memikirkan dan  memperhatikannku. Tak salah kalimat yang pernah ku baca disebuah jejaring sosial yang mengatakan “Jika ada seorang laki-laki yang sedang berbicara denganmu tapi dia tak berani melihat kearah matamu, berarti dia sedang gugup. Jika saat kamu melihat kearahnya, lalu dia langsung memalingkan muka, berarti dia sedang memperhatikanmu”.
Hari mulai gelap, aku mengiriminya sebuah pesan pendek yang berisikan “Kka, kamu sebenarnya suka sama aku kan? Kenapa kamu gak jujur sama aku?”. Beberapa menit kemudian dia membalasnya “Kamu ngomong apa sih? Jangan GR deh. Tau dari mana kamu? Sok tau banget ! lagian aku kan sudah punya pacar, ya gak mungkin lah. Kamu jangan berharap aku suka sama kamu deh”. Aku sangat tersinggung dengan balasannya tersebut dan lagi-lagi dia membuatku meneteskan air mata. Aku bingung harus mempercayai ucapan siapa. Dan sejak malam itu, kami sudah jarang berhubungan lagi. Kami seperti orang yang saling tak kenal, saling acuh.
Aku sedang duduk berdua dengan Elang  diatas deretan kayu tebal yang sudah dihaluskan agar serabutnya tidak melukai kulit seseorang mendudukinya dan disanggah oleh empat kaki yang terbuat dari kayu juga. Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba Cakka datang menghampiriku dan Elang. Aku sangat terkejut dan tetap seperti dulu, jantugku berdegup kecang saat aku bertemu dengannya. Aku mengalihkan padanganku yang semula aku hanya memperhatikannya yang sedang berjalan menuju ke arahku dan Elang.
“Ciee, berduaan aja nih” ucapnya yang sontak membuatku malu. “El, nanti sore latihan skateboard oke?  Harus datang soalnya nanti ada anak-anak skate dari Bandung juga” sambungnya dan langsung mendaratkan pantatnya disebelah Elang. Mereka berbincang-bincang seakan mereka tak melihat jika ada aku disampingnya, lalu aku mencoba menyelip pembicaraanya. Kami pun saling bercanda dan tertawa bersama. Lalu aku sejenak diam dan menatap Cakka.”Cakka, ingin aku menyatakan semua ini, bahwa aku mengagumimu, cinta padamu dan bahkan sampai sekarang pun, aku tetap menunggumu…
Menunggu sesuatu yang ku harapkan sejak awal kita bertemu. Aku tak pernah menghilangkan rasa sukaku sedikitpun kepadamu, walau sekarang bukan kau yang berada disampingku, bukan kau yang menemaniku disaat suka maupun dukaku, bukan kau pula yang membuat kabar setiap  waktu kepadaku. Terkadang juga terselip rasa sakit yang begitu dalam saat aku melihatmu dengan wanita lain, sakit saat melihat senyum bahagiamu yang bukan karenaku. Mampukan diriku yang lemah ini menggapai lubuk hatimu? If you know, what I want is you, not him !!...” ucapku dalam hati.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku tak sengaja bertemu Aldo saat aku sedang memilih-milih novel di gramedia. Aku berbincang-bincang dengannya, aku jengkel  karena ulahnya yang membuat hubunganku dengan Cakka menjadi semakin runyam. Lalu Aldo menjelaskan semuanya kepadaku. Aku sangat terkejut saat dia mengatakan bahwa Cakka sakit demam sampai beberapa hari setelah mendengar kabar bahwa aku menerima Elang menjadi kekasihku,. Tak salah jika saat itu aku tak pernah melihatnya di sekolah saat itu. Kali ini aku benar-benar dilema.. apa yang harus aku lakukan? 

            “Cinta pertama? Kamu masih menganggap dia sebagai your first love? Terus Elang kamu anggap siapa?” Tanya Aldo yang sedikit membentak. Aku menarik nafas lalu berkata “memangnya first love itu harus yang pertama kali menjadi pacar? First love itu kan buat orang yang pertama kali bisa menjadi raja dihati, buat orang yang pertama kali bisa membuatku selalu merasa gugup dan bahagia, bukan orang yang pertma kali menjadi pacarku, percuma kalau pacaran yang sebenarnya aku tak pernah merasakan seperti apa yang aku rasakan kepada sang first love”.

#skip
            “Hah? Cakka? Putus? Sama Ulin?” tanyaku berkali-kali kepada Aldo. Kenapa saat aku sudah bersama orang lain kamu lakukan itu? Kenapa kamu selalu membuatku bingung? Tak bisakah kau membuatku tenang sedikit saja? Kenapa kau selalu membuatku menjadi serba salah?

                                                            ***
            “Gimana hubunganmu dengan Elang?” Tanya Aldo yang sedang duduk disamping kananku. Aku hanya terdiam dan tertekun mendengar pertanyaanya. “Kok diam? Kamu nih denger gak sih?” bentaknya. “Aku uda putus sama Elang, Do” jawabku lemas. “Hah? yakin? Kok bisa sih?” tanyanya penasaran. Aku beranjak dari dudukku “Bukannya itu yang kamu sama Cakka mau? Bukannya itu yang kalian inginkan? Itu kan? Kalian selalu membuatku bingung, kenapa dia selalu membuatku tersiksa? Kenapa dia selalu membuatku rumit? Tak bisakah dia membuatku bahagia sedikit saja? Aku capek, aku ingin dia tak selalu membayangi fikiranku !! aku ingin merasakan kebebasan. Kenapa aku harus dipertemukan dengannya kalau pada akhirnya dia selalu membuatku bimbang??” bentakku kesal kepada Bian. Aku pergi meninggalkan Bian yang terdiam karena perkataanku tadi. “Sorry Do, aku memang benar-benar sudah capek…” lirihku dalam hati sembari terus berjalan meninggalkannya.

#skip
          
             “Kamu bisa gak sih, gak usah urus aku lagi? Kita itu uda gak ada hubungan apa-apa lagi, jadi aku berhak buat temenan sama siapa saja.” Bentakku kepada Elang. “Oh kamu uda kecantol sama yang biasa kamu sebut sahabat sendiri itu?" katanya yang membuatku semakin emosi. “Memangnya kenapa? Salah kalau aku suka kepada Cakka? Apa urusanmu? Apa hakmu mengatur hidupku? Aku memang suka kepada Cakka sejak awal aku bertemu, bahkan saat kita pacaranpun aku tak pernah menaruh perasaan yang tak lebih dari seorang teman yang harus saling sayang kepada teman yang lain” nyataku kepanya. Aku sudah sangat sebal dengan perlakuan Elang yang selalu membatasi pergaulanku dengan teman-temanku. Aku melihat rasa kecewa dan sedih di wajahnya. “Oh gitu.. makasih banget ya, aku gak nyangka ternyata kamu selicik itu. Makasih banget buat semuanya” jawabnya sembari meninggalkanku. Aku hanya berdiri membeku dengan pandangan kosong, aku benar-benar sangat jahat, apa yang sudah ku lakukan? Aku menyakiti seseorang yang telah membuatku bahagia? sesorang yang sangat memperhatikanku? Pipiku menjadi basah.. aku tak kuasa menahan semua air yang ingin keluar dari mata sembabku. “Maafkan aku El…” ucapku tengan isak tangis yang tak henti.
          
Kujatuhkan tubu lemasku ini. Tak bisa kuhentikan perasaan kesalku. Suara tangisku terdengar sangat keras  karena keadaan sekolah sudah sepi, semua siswa dan guru sudah pulang ke rumah masing-masing. Aku sangat kesal denganku sendiri yang begitu bodoh hingga menyakiti orang yang benar-benar mencintaiku. Aku menoleh kebelakang, kearah Elang yang terus berjalan meninggalkanku. “Hebat lo Kka” nyatanya kepada Cakka yang ternyata berada dibelakang kami berdua, dia terdiam kaku saat mendengar perbincanganku dengan Elang tadi. “Tapi El, ini gak…….” Teriak Cakka yang tak selesai berkata sembari meraih pundak Elang. “Udahlah, jauh-jauh lo dari gue” jawab Elang sembari menepis tangan Cakka.
                                                            ***
            Hari ini benar-benar heboh, seluruh siswa sedang dihebohkan dengan kabar menyedihkan itu. Akun media sosial milik mereka gempar dengan Elang yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah. Aku hanya terdiam mendengar kabar tersebut. Apa yang harus aku lakukan? Aku yang telah membuatnya seperti itu.. aku benar-benar telah berdosa. Aku tak akan menampakkan diriku lagi didepannya, aku akan berusaha menuruti kemauannya tersebut. Tapi, apa dengan keadaan ini aku harus tetap menepati permintaannya tersebut?
                                                            ***
            Hari ini adalah hari aku memasuki kelas baru, begitu juga dengan Elang yang sudah berpindah sekolah di luar kota. Aku benar-benar harus mengambil pelajaran dari semua yang telah ku alami.

#skip
            Mataku benar-benar terbelolo saat stalking akun twitter milik Cakka yang sedang memasang bio yang menyatakan kalau dia sekarang sedang menjalin relationship dengan gadis lain. Aku benar-benar tak menyangka kalau laki-laki yang sudah ku perjuangkan selama ini ternyata seperti itu. “Inikah balanku terhadap apa yang sudah kulakukan?” tanyaku sedih. Kenapa harus aku yang berjalan menyusuri jalan yang begitu rumit ini? Mana bukti dari yang dikatan Aldo kepadaku? omong kosong !!  “Inikah cara kalian menghancurkanku? Kenapa harus aku? Kenapa aku yang harus kalian dijadikan permainan.

            Tahun ini adalah tahun dimana aku akan disibukkan dengan jadwal Try Out, Ujian sekolah, dan yang paling menyeramkan adalah Ujian Nasional. Ya itulah yang biasa menjadi bumerang bagi para siswa saat memasuki kelas akhir. Waktu memang  berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin aku meninggalkan seragam putih-biruku, dan tahun ajaran ini aku akan melepas seragam putih- abu-abuku. Tidak akan ada lagi dihukum saat upacara bendera karena tidak membawa topi, mengerjakan tugas bareng, ngegosip dipojok kelas, dan sebagainya.
                                                                        ***
“Han !! apa kabar?” sapa seorang laki-laki yang lewat didepanku.
“Cakka? Ng… kabar baik” jawabku singkat.
“Kamu kenapa sih Han? kok akhir-akhir ini kamu selalu mengindar dari aku?” tanyanya curiga.
“Kenapa? Ngak kenapa-kenapa. Udah dulu ya, aku banyak tugas” jawabku sembari meninggalkan Cakka yang mencoba meraih tanganku.
“Lo ngapain sih ganggu Hanna terus? Ga ada habisnya ya lo bikin dia sedih?” Bentak Shila. Ya dia sahabatku sejak SMP, aku mulai mengenalnya sejak awal MOS, dulu aku dan shila satu gugus, dan kami juga sering masuk di kelas yang sama.
“Maksud lo apa sih? Gue ga ngerti” tanyanya penasaran. “Udalah Shil, kamu mau jelasin gimana pun dia gak bakalan ngerti. Dia kan memang cowok yang gak punya hati”. Aku menyela perbincangan mereka sembari menarik tangan Shila untuk memasuki kelas.
Bagus mengejarku dan Shila, dia menarik tanganku dengan erat “Aww.. lepasin gak?!” bentakku.
 “Aku gak bakal lepasin kalau kamu belum jelasin ke aku” pintanya.
“Jelasin apalagi sih? Aku pikir semuanya sudah jelas.”
 “Nggak Han, kamu udah gak seperti Hanna yang dulu aku kenal”.
 “Ohh gitu ya?? Memangnya dulu aku seperti apa? Kamu pikir cuma kamu yang bisa berubah?” jawabku yang membuat bagus menjadi emosi.
“Kamu kenapa sin Na? Apa salahku?”.
“Salah kamu itu banyak banget. Uda satu tahun aku mencoba untuk melupakan kamu, kenapa kamu harus muncul lagi dalam hidupku? Kalau boleh memilih, aku lebih baik tak pernah mengenalmu. Im very hate you, jangan pernah kamu ganggu aku lagi, anggap saja kita tak pernah kenal” pintaku kepadanya. “Sekarang lepasin tanganku” sambungku. Cakka melepas genggamanya yang erat dari pergelangan tanganku.
             “Udahlah Na, kamu gak perlu nangisin cowok seperti dia” Shila mencoba menenangkanku yang mulai meneteskan air mata. Sudah lama aku tak menagis semenjak aku mencoba menghindar darinya, rasanya sangat damai. Tapi kenapa aku harus meraskan seperti ini lagi?
                                                            ***
            “Han, lo kenapa sih jauhin gue? Gue tersikasa Han. Lo bilang lo suka ke gue? Lo sayang ke gue, tapi kenapa lo malah benci ke gue? Please Han, jangan jauhin gue. Gue juga suka ke lo dari awal kita ketemu, saat kita saling tatap mata, gue ingat banget Han. Gue sayang sama lo. Lo yang biasanya bikin gue damai, adem.. tapi kenapa tiba-tba lo giniin gue?” lirih bagus dalam hati.
“Woii.. ngelamun aja” teriak Aldo sembari menepuk bahunya. “Kenapa lo bro?? kalo ada masalah cerita dong ke gue, jangan lu pendem sendiri” pinta Aldo kepada Cakka.
 “Gue gakpapa kok” jawab bagus lemas sembari meninggalkan Aldo.
“Cakka kenapa sih tiba-tiba aneh gini?” Tanyanya heran.
“Hanna !!” seseorang memanggilku dari arah belakang.
 “Aldo? Ada apa Do?.
“Cakka kenapa sih Han? ko tadi dia lesu banget?” tanyanya penasaran.
” Kamu ngapain nanya ke aku? Emangnya aku siapanya Cakka?” jawabku judes. “Tapi Han.. Gak biasanya dia…..”
“Udah ya Do, gak usah ngomongin Cakka lagi, aku sudah bosan. Jadi please kamu tinggalin aku sekarang”.
 “Gak asik lo Han!! ”  jawab Aldo yang kecewa dengan perkataanku tadi.
                                                            ***
            Malam ini benar-benar sepi, jalanan yang licin dan udara yang dingin karena guyuran hujan yang membasahi kotaku tadi sore. Cakka mengendarai motornya dengan mata kosong, entah apa yang dipikirannya hingga dia seperti itu.
            ”Tiiiiiim tiiiiiiiinnnnnnnn” *Bruukkkkk*  Cakka terpental ke badan mobil Honda Jazz yang berwarna putih itu. Terlihat jelas darah yang kental tumpah di badan mobil tersebut.
            Polisi sudah berada di tempat kejadian untuk menyelidiki kasus penyebab kecelakaan tersebut. Dan Cakka segera dibawa menuju rumah sakit umum untuk mendapatkan perawatan.
                                                            ***
            “Apa? Kamu serius?”  bentakku kepada Aldo. *Brakk* Aku menjatuhkan handphone yang kugenggam ditelinga. “Cakka….” Aku menangis keras.. Jangan tinggalin aku Kka, kamu memang jahat, kenapa dari dulu kamu selalu membuatku sedih Kka?  Kamu jahat Kka, aku benci kamu” jeritku dalam isak tangis yang tak henti.
            “Innalillahiwainnaillahirojiun… kok bisa sih Han?  kamu yang sabar ya, ini semua adalah rahasia Yang Kuasa” kata Shila yang mencoba menenangkanku dengan suara yang menahan tangis disebrang sana.
“Cakka telat dibawa ke UGD Shil, dia jahat banget, kenapa dia selalu bikin aku nangis gini Shil? Sekarang dia bakalan ninggalin aku untuk selamanya…” jawabku yang sedikit menjerit dengan isak tangis yang tak kunjung berhenti.
“Bagus.. kenapa kamu meninggalkan aku? Mana bukti yang katanya kamu sayang sama aku? Kenapa kamu tinggalin aku? Kamu jahat, kamu selalu membuat aku sedih, selalu membuat aku menangis, sekarang kamu pergi untuk selamanya? Apa maumuuuu.. aku benci kamu Kka “ jeritku dalam tangis. Aku terus memukul batu nisan dan tanah makam Cakka.
“Udah Han.. kamu ikhlasin Cakka biar dia tenang disana. Dia pasti sedih kalo liat kamu gini” ucap Shila sembari mengelus rambut panjangku.
“kamu kenapa gak lindungin Cakka? Mana bukti dari janji kalian yang akan saling menjaga? Mana?!!” aku terus memukul Aldo yang keras. Aldo hanya terdiam membeku, dia menjatuhkan badannya di depan makam Cakka“maafin gue Kka, gue gak bisa jadi sahabat yang baik, gue gak bisa tepatin janji gue, lo boleh marah ke gue…” ucap Aldo dengan suara tangisnya yang kencang.
                                                            ***
“Hai Kka apa kabar kamu disana? Aku kangen banget sama kamu.. Happy birthday ya, aku            membawa bunga mawar yang keseratus untuk kamu, semoga kamu bahagia disana, kamu pasti juga kangen sama aku kan? Kamu jangan sedih ya, aku akan jarang nemuin kamu lagi, besok pagi aku akan berangkat ke Bandung untuk kuliah disana. Alhamdulillah akhirnya aku bisa diterima di universitas yang aku inginkan dari dulu. Akhirnya aku udah gak pake seragam lagi.. Harusnya aku besok berangkat bareng kamu Kka, tapi kamu malah ninggalin aku. Aku janji, sebelum aku berangkat, aku akan nemuin kamu dulu. Udah dulu ya Kka, kamu jangan sedih, aku bakalan kangen banget sama kamu. “ ucapku dengan air mata yang tak henti menetesi tanah makamnya.
                                                                      ***
“Hai Kka.. Maafin aku ya, aku udah lama gak nemuin kamu.. aku baru datang dari bandung, aku   kangeeeen banget sama kamu. Oiya maaf mawar yang aku bawa sudah layu, aku lupa menaruhnya seharian didalam tas. Kamu jangan marah ya…Kamu  jangan khawatir akan sosok yang akan menggantikanmu dihatiku,aku gak akan lupain kamu kok. Meskipun aku harus bersama dengan laki-laki lain, tapi kamu akan tetap menjadi yang pertama untukku, karena kamu yang membuat cerita untukku, aku gak bakal lupain kenangan kita dulu Kka, karena hanya kamu, kamu akan tetap menjadi first love ku. Kamu akan selalu hidup dihatiku.
                                                                  ***
             “Hai Kka, apa kabar? Maafkan aku Kka, aku tidak bisa lagi seperti dulu yang setiap pagi nemuin kamu, padahal aku kangen banget sama kamu.. Maafin aku juga Kka, sampai sekarang setiap kali aku bertemu kamu, aku masih saja mengeluarkan air mata.. Tapi aku janji, besok pagi aku tak akan ngeluarin air asin ini lagi dari mataku. Kamu jangan sedih disana, aku baik-baik saja kok, karena ini adalah air mata bahagia dariku karena aku masih bisa bertemu kamulagi” aku mengusap pipiku yang basah. “Cakka, aku pulang dulu ya.. Kamu baik-baik disana, aku akan merindukanmu” sambungku sembari mengecup batu nisan berwarna putih tersebut.
“Ya Tuhan ini kah jawaban akan doaku kepadamu? Ya, sekarang dia akan selalu ku miliki selamanya, di sini, dihati yang paling dalam”


 Author : Hariyani Ayu Purwanti 

Jumat, 25 November 2016

Bermimpi ataukah Tersadar



Bermimpi ataukah Tersadar
Adzan subuh berkumandang, aku mengernyitkan kelopak mataku karena kilau putih yang melekat di atap. Kulirik kalender disamping tempat tidur “my sweet seventeen” lirihku. Kubuka semua akun media sosialku. “Selamat ulang tahun” ucap teman-teman. Mendapat ucapan selamat dari ayah, ibu, dan adik perempuanku adalah hal terindah yang sangat kudambakan. Tapi hal itu tak kan pernah terjadi lagi. Tak ada yang bisa mengembalikan semua kenangan itu.
Sepuluh tahun telah berlalu, usai sudah air mataku membasahi nisan orang yang sangat ku cinta. Tidakkah hari ini dia teringat akan hari spesialku? Hari di mana dia meneteskan air mata bahagia  saat pertama kali melihatku, menggendongku, menyusuiku, membelaiku, dan menciumku.
Matahari mulai menampakkan diri dengan sinar merasuki sudut-sudut kamar sempit yang berwarna putih tulang ini. Kupanjatkan beribu doa kepada Sang pencipta, sembari kuhirup hawa segar dari jendela kamar. “Selamat ulang tahun !!!” sorak ayah dan adik yang tiba-tiba berada tepat di depanku saat kubuka bilik kayu kamar sempit itu.
Bahagia yang kurasakan pagi itu. Tapi di samping sisi, tak kuasa kutahan air asin yang mengeluarkan rasa manis karena rasa kerinduan akan sosok orang terindah. Kukunci kamar mandi yang berwarna biru langit itu, “Selamat ulang tahun bidadari kecilku… ,” ucapnya seraya mencubit pipiku gemas. Ya, kenangan masa lalu yang selalu terbayang di benakku saat aku telah menginjak usia tahun demi tahun. Kenangan terindah yang takkan pernah kudapatkan kembali bila dia tak hidup kembali.
Berbagai kejutan kudapatkan dari sahabat, teman, keluarga, dan kerabat. Sorak, gurau, tawa dan air mata beraduk menjadi satu. Seketika pula kulupakan rasa rindu kepadanya. Rindu akan kehadirannya, kasih sayangnya, dan ucapan lembutnya.
Matahari mulai menghilang dari pandanganku, seakan hendak bersembunyi di balik gunung biru yang menjulang ke langit. Kututup jendela kamarku. Belajar, bermain handphone, dan mendengarkan musik, kegiatan yang biasa kulakukan saat langit  mulai menghitam. “Ibu…” ucapku sesekali sembari menerawang langit-langit kamar. Membayangkan wajah, senyum, dan mata indahnya yang diwarisikannya kepadaku. Merasakan pelukan hangat yang dulu sering kudapatkan darinya.
Langit semakin gelap dan  malam pun mulai larut. Aku tertidur di samping buku diari kuning yang selalu menemaniku di kala sedih dan bahagia. Jam dinding berwarna hijau tua itu terus berdetak menunjukkan waktu detik demi detik, menit, dan jam. Ada sesuatu yang terasa di keningku. Kubuka separuh kelopak mataku, kulihat sekeliling kamar, tak ada siapapun di sini.
Aroma harum dari balik pintu kamar semakin tercium. Kueratkan pelukan di guling kusam mungil pemberian dari ibu di hari ulang tahunku yang ke-5.  Sentuhan halus dari kening sampai ujung kaki mulai kurasakan kembali.
Detak jantungku semakin berdegup kencang, keringat mengucuri kening, punggung, dan telapak tanganku. Seketika angin mendengus pelan dan terasa hawa dingin seperti saat musim hujan dua bulan yang lalu. Sentuhan yang terasa layaknya sentuhan lembut tangan sang peri. Ya,  tangan yang selalu membelaiku sebelum aku bisa tertidur pulas.
Ku lihat sebuah cahaya putih samar di samping lemari bajuku. Cahaya itu menjadi terang. Tidak!! Itu bukan cahaya lampu! Mana mungkin lampu yang kupadamkan empat jam yang lalu bisa bersinar  begitu terang, layaknya sang mentari di pagi hari. Kukucek berkali-kali mata sembabku, cahaya itu semakin terang.
Senyum dibibir yang terpancar ke arahku, aku sangat mengenali senyum manis itu “Ibu??” pikirku sejenak. Lalu kulihat matanya, terdapat intan bening yang keluar dari mata indahnya, membuat sebuah garis basah dipipinya “I…i…ibu??..” lirihku. Senyum dan air mata itu seakan menyampaikan sebuah pesan dari cahaya terang itu kepadaku. Tak lama kemudian cahaya itu mulai redup seakan ingin pergi, semakin redup, dan semakin redup lagi. Dan menghilang seketika layaknya sebuah kilat kala badai. Aku terkejut dan terbangun dari tidurku.
“Kemana perginya cahaya tadi? Siapa dia? Siapa yang berada di hadapanku tadi? Siapa yang tersenyum kepadaku tadi?” tanyaku dalam hati. Benarkah aku bertemu dengan ibu? Orang yang kurindukan selama bertahun-tahun. Atau aku hanya bertemu dengan khayalan yang selalu ada dibenakku.

***
 “Selamat pagi, Bu,” sapaku kepada penjaga perpustakaan hijau itu. “saya menumpang wifi-nya, ya Bu,” lanjutku sembari meraih kursi. Hari ini aku ingin mencari tahu tentang apa yang terjadi denganku selama 3 malam kemarin. Memangnya bisa orang yang sudah meninggal mengunjungi kita kembali? Ah mitos !.
#1 jam kemudian…
Memang tak mungkin arwah yang sudah meninggalkan dunia bisa kembali. Itu tak kan bisa terjadi, dia sudah berada di tempat terindah sekarang. Aku benar-benar harus menghilangkan semua khayalan tentang wanita mulia itu. Aku tak boleh terlalu larut dalam khayalan dan mimpi yang tak kasat ini. Semua kenangan itu sudah kupendam di dalam kotak biru pemberian nenek, kotak yang berisi semua kenanganku bersama ibu. Aku tak kan membuka kotak itu lagi. Kotak yang hanya akan membuatku larut dalam haru.
Matahari berada tepat di atas ubun. Keringat bercucuran membasahi wajah dan seluruh badan. Ku bawa seutas bunga kesukaan ibu, Mawar Putih. Ya dia sangat menyukainya, selain warnanya yang suci dan baunya yang begitu harum, bunga yang melambangkan kelembutan, kemurnian hati, keanggunan, rasa kasih sayang, dan kecintaannya akan keluarga yang ditinggalkan sekarang. Tak heran bila selalu kurawat bunga cinta yang berada didepan rumah  berwarna merah jambu itu.  
***
Angin berhembus pelan seakan memberi sambutan bahagia akan kedatanganku di pemakaman dekat area permukiman ini. Kulangkahkan kakiku dengan pelan dan penuh keyakinan. Dan sampailah di tempat wanita mulia itu beristirahan damai. Angin sepoi itu seakan mengerti apa yang kurasakan saat ini, bahagia, sedih, rindu, haru beraduk menjadi satu. Tidak !! aku tak boleh meneteskan air mata walau hanya satu butir.
 Aku menemuinya bukan untuk membawa kesedihan. Aku ke sini untuk menyampaikan sejuta rasa rinduku padanya. Kuletakkan bunga kesukaannya, kupeluk nisan kusam itu. Tak kuasa kutahan segelinang mutiara yang ingin keluar dari mata yang diwarisinya ini. Kucurahkan segala isi hatiku, dan tak lupa  kupanjatkan doa untuknya.  “Andai kau bisa menyelesaikan semua masalahku ini,” harapku kepadanya.
Aku tak lupa akan janji yang  harus kutepati setiap tanggal 18, yaitu tanggal saat ibu berjanji akan selalu menemani di kala sedih dan bahagiaku, hari saat ibu berjanji akan sembuh dari sakit yang menggerogotinya. Aku tak kan pernah lupa kata yang diucapkannya hari itu, hari yang juga membuatnya menghembuskan nafas terakhir. Ya, hari ini kubawakan sebuah puisi untuknya. Kubacakan baris demi baris dengan isak tangis k tuntaskan semua puisi itu.
“Ibu.. maafkan Lili yang bulan lalu tak sempat membacakan sebuah puisi untukmu.. maafkan Lili yang telah ingkar.”
 Sekejap angin sepoi itu berubah menjadi angin kencang yang datang sekilas. Kupejamkan sejenak mata, dan kudapati beberapa kelopak bunga kesukaannya itu berada di pangkuanku. Apakah ini sebuah tanda bahwa ibu telah mendengar puisiku? Merasakan semua keluh kesahku? Ataukah tanda penerimaan maaf darinya?.
 “Ibu… apakah ibu ada disini?” gumamku. “Ibu aku sangat rindu padamu! Apakah kau tak merasakan seperti yang kurasakan setiap hari? Aku sudah memenuhi janjiku Bu! Apakah kau mendengarku? Lihatlah aku disini, merindukan akan sosok sepertimu Bu…, kemanakah kau pergi? Kenapa kau ingkar akan janjimu sendiri? Aku ingin terbebas dari bayanganmu sebentar saja. Aku benar-benar ingin bebas dari semua penyiksaan ini. Aku membutuhkanmu Bu,” teriakku dalam isak tangis.
Kupeluk erat kembali nisan kusam itu, seketika kurasakan sentuhan halus di kening. Ya, sentuhan yang sama seperti yang kurasakan saat malam itu. Lembut dan penuh makna.
Langit yang cerah seketika tertutup oleh awan yang suram, terdengar gemuruh kecil dari atas sana. “Sepertinya akan turun hujan,” batinku. Aku harus segera pulang sebelum tangisan awan itu membasahi sekujur tubuhku. Sudah 4 jam aku berada sendiri di sini.  Tapi berat rasanya meninggalkannya sendiri, seakan ku ingin selalu bersamanya.
“Dringg… Dringgg…” suara getar handphoneku.
“Halo Yah?” salamku.
 “Li kamu ada di mana? Kenapa belum sampai di rumah?” tanya ayah khawatir.
“Iya Yah, aku masih di jalan, dan akan segera pulang,” jawabku.
Aku harus segera meninggalkan tempat damai ini. Rintikan hujan mulai turun. Kupercepat laju langkahku agar segera sampai.  Aku tak ingin membuat ayah cemas. Tapi apa boleh buat, sekujur tubuhku sudah basah. Gemuruh petir semakin keras dan hujan pun turun lebat.
***
Malam ini sangatlah dingin, atau ini hanya karena efek tadi sore saat aku terguyur hujan?.  Ku hangatkan diri dengan secangkir kopi susu kesukaanku sembari mendengarkan lagu-lagu kesukaanku. Tetapi  ayah menyuruhku untuk segera tidur agar tubuhku tidak drop.
 “Ayah jangan matikan lampunya,” sahutku kepada ayah yang hampir memadamkan lampu pijar di meja samping tempat tidurku.
 Aku teringat akan apa yang terjadi tadi siang. Baru kali ini aku merasakan semua keanehan itu. Aku harus tetap mengabaikan semua keanehan itu, tapi aku tak bisa melawan batinku yang ingin mengetahui apa maksud dari semua ini.
Malam ini lebih sunyi dari malam-malam sebelumnya. Aku sedikit merasa takut karena kejadian-kejadian aneh yang selalu mengunjungiku setiap malam. Kutarik selimut dan kumatikan lampu di sampingku ini. Malam semakin larut dan lebuh larut lagi.
“Kringgg…kringg…” bunyi alarm handphoneku.
“Tadi malam…” lirihku. Aku tak peduli dengan yang terjadi tadi malam, tapi sentuhan itu tak mengunjungiku kembali.  “Ada apa sebenarnya?” batinku.
Aku menjalani hari-hariku yang berbeda dengan hari-hariku sebelumnya. Aku merasa tak terlalu rindu dengan ibu lagi, aku menjalani hariku dengan gembira, tawa, suka, dan cita.  Sejak malam itu aku tak pernah lagi merasakan sentuhan halus itu. Sentuhan yang tak nyata, sentuhan yang membuatku selalu bertanya siapa yang melakukan? Apakah itu nyata? Atau hanya bawaan mimpi belaka?.


Author  : Hariyani Ayu Purwanti