The
First Love
Hidup ini selalu ada yang pertama… Pertama kali mulai
bisa bicara, pertama kali bisa jalan, pertama kali masuk sekolah, dan pertama
kali jatuh cinta. Cinta pertama, gak akan pernah bisa dilupain. Namaya Brandon,
oranganya tinggi, gagah, putih, dan mempunyai kumis tipis dibawah hidungnya.
Dia juga termasuk orang yang mempunyai banyak penggermar di sekolah. Aku juga
kagum dengan segala sesuatu yang dilakukannya. Apapun yang dilakukannya pasti
akan menjadi sorotan para siswa di sekolah, terutama cewek. Tak jarang kalau
aku sedang berkumpul bersama teman-teman alias ngegosip bareng, pasti yang
menjadi topik pertama adalah Brandon. Wajahnya yang rupawan, apalagi kalau
sudah mendapat lengkungan manis dari bibirnya…. Duuuuh tak akan bisa lepas dari
benak kita. Tapi, dia bukanlah cinta permamaku. Cinta pertamaku adalah seseorang pemilik mata hazle yang sangat
indah yang pernah ku lihat. Lengkukan bulu matanya yang panjang dan tebal
membuatku tak mau melepaskan pandanganku dari mata yang indah tersebut. Aku
masih ingat saat pertamakali kenal dia. “Cakkaaaa !! “ teriakku iseng dari lantai
dua rumahku. Dan saat dia menegok ke atas,
keatas dimana terian itu bersal aku langsung menyembunyikan keberadaanku.
“Cakkaaa” teriakku lagi dan lagi, aku tertawa geli melihatnya bingung seperti
itu. Dan akhirnya dia mengetahui keberadaanku. Dan kita saling kenal satu sama
lain dan akrab dan semakin akrab lagi…
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku menyusuri jalanan kota dengan ditemani suara bising
motor yang menderu-deru. Dengan lampu-lampu kota yang terang dan hembusan angin
malam yang menerpaku.
Ya… aku baru pulang dari kursus bahasa inggris yang
terletak di pusat kota, tepatnya didaerah Km 0, Jogjakarta. Aku hanya berjalan
menunduk saat itu. Ayah yang biasa menjemputku sekarang sedang sibuk dengan
pekerjaannya, dan dengan terpaksa hati aku harus mencari angkutan kota yang
sejalur dengan tempat timggalku. Malam ini sangat menjengkelkan, begitu juga
orang yang aku suka dari dulu tidak pernah tahu tentang perasaanku. Entah dia
berpura-pura atau memang dia benar-benar tidak tahu. Oh Tuhan, aku berharap dia
cepat peka tentang perasaan ini…
Kami satu sekolah, satu tempat kursus, bahkan satu
kompleks. Jadi, setiap hari aku bertemu dengannya. Aku mengenalnya mulai dari
kelas 6 SD dan saat itu pula tumbuh rasa suka padanya sampai sekarang. Ingin
aku mengatakan semua isi hati, bahwa aku mengaguminya, cinta padanya dan bahkan
sampai sekarangpun aku tetap menunggunya.
“Brumm… Brummm… “ suara gas motor menyadarkannku dari
lamunan. Aku menghiraukannya dan tetap berjalan menyusuri trotoar.
“Hei cewek” seseorang yang mengejutkanku berkata dari
arah belakang. Aku tetap menghiraukannya sambil mempercepat langkah kakiku.
Bagaimana tidak menakutkan, seorang gadis yang masih dibawah umur berjalan
sendiri menyusuri trotoar yang ada ditepi jalan raya, tempat biasanya untuk
pengamen muda yang bertindik dan tidak lagi bersekolah atau laki-laki berandal
yang sedang berjalan-jalan untuk menggoda seorang gadis.
“Cewek,
heh !!” terdengar suara itu lagi. Aku semakin mempercepat langkah kakiku dengan
memegang erat handphone yang ku genggam. “Hanna!!” teriaknya. Aku langsung
reflex menoleh kebelakang “Cakka?? ih
kamu ternyata ! kurang kerjaan ya bikin orang ketakutan” sautku dengan nada
agak membentak “siapa yang nakutin sih? Kamu aja yang lebay. Dari tadi
dipanggilin malah dihiraukan, jalannya cepat pula kayak kerata api” jawabnya.
“Makanya kalau manggil jangan gitu. Sepeti tak mengenaliku saja” jawabku dengan
kesal.
“Ya sudahlah gak usah
segitunya..”. “Mau kemana sih kok sendiri?” sambungnya.
“Ke pasar ! ya pulang lah. Ayahku lagi gak bisa jemput, dari tadi aku jalan
sambil mencari angkot yang lewat jalan ini, tapi malah gak ada yang lewat satu
pun” “Oalah… Kenapa tadi gak minta boncengin aku aja? ayo naik” ajaknya “Lagian
rumah kita kan berdeketan”.
“Hah beneran?”
“Iya ayo cepat, mau minta bantu gitu aja pake gengsi segala” ledeknya.
“Ih apaan sih Han” jawabku sambil memukul lengan Hanna dengan pelan.
Cakka
Nuraga, nama yang tak asing lagi didengar oleh remaja-remaja pecinta
skateboard. Para remaja di kotaku juga banyak yang mengenalinya. Bahkan dalam
satu sekolah, hampir semua gadis-gadis yang suka dan berusaha mendekatinya.
Bagaimana tidak, kita dibuatnya kagum dengan wajah tampan yang dihiasi dengan
mata dan alis yang berbulu tebal, hidung yang mancung, bibir yang tipis, serta
pipi yang mulus tak ada satupun jerawat yang menempel. Cara berpakaiannya pun
cukup keren. Apalagi saat dia sedang
memainkan skateboard, tak ada kata-kata lagi untuk mengungkapkan rasa kaguman
untukya.
Tidak
hanya skateboard yang bisa dimainkannya. Dia juga bisa bermain basket, bola
volley, sepak bola, menyanyi, dan sebagainya. Dia adalah laki-laki yang
mempunyai segudang bakat. Aku selalu mendukung apapun yang dilakukannya selama
itu baik untuk hidupnya.
Bahkan
nama belakangku sama dengannya, Hanna Putri Nuraga. Bagiku nama ini mempunyai
keunikan tersendiri. Atau mungkin kita memang ditakdirkan untuk berjodoh.
Banyak kesamaan diantara kita, bahkan kita sering melakukan sesuatu yang sama,
misalnya memakai baju yang berwarna sama atau saat aku keluar rumah, dia juga
keluar dari rumahnya.
“Sudah sampai, ayo turun” suaranya
mengejutkanku. “Eh iya, cepat sekali ya, tempat lesnya kurang jauh sih”
jawabku. “Haha enak ya bonceng aku? yaiyalah kan diboncengin sama anak kece”
jawabnya sambil menoleh ke arahku yang berada di samping kirinya. Aku menatap
matanya yang sangat indah itu dan jantungku semakin berdegup lebih kencang
daripada biasanya. “Huuu PD” sautku. “Ya sudah aku masuk dulu, makasih ya Kka”
sambungku. “Sip” jawabnya dengan singkat dan langsung memasuki gerbang
rumahnya.
Aku
berjalan kearah pintu samping rumahku dengan wajah penuh bahagia. “Tadi pulang
naik apa Han? Tanya ibu. “Dianterkan teman lesku bu” jawabku. Aku sengaja tak
mengatakan bahwa aku diantarkan Cakka, karena ibu tahu kalau aku menyukainya,
aku takut ibu meledekku seperti dulu. Aku menuju kamar lalu merebahkan diriku
diatas tempat tidur. Aku menatap langit-langit kamarku, dan memikirkan kejadian
yang baru saja ku alami bersama Cakka. “Kapan sih dia sadar kalau aku suka
dengannya?” ucapku dalam hati.
“Dreeeeet…..Dreeeeet….”
suara getar handphoneku yang berada di samping kanan kepalaku. Aku mengambilnya
dan dilayar terdapat satu pesan baru yang masuk ke nomerku. Aku membukanya dan
terkejut saat meliahat nama pengirimnya. “Cakka” ucapku. “Ciee yang lagi
kepikiran yang tadi, uhuk” katanya melalui pesan tersebut. “Ih tau saja sih”
jawabku dalam hati. Lalu aku membalas pesan tersebut “PD banget” jawabku
singkat. “Minggu pagi besok, aku ada latihan skateboard, mau lihat gak?”
balasnya lagi. “Enggak” lagi-lagi ku jawab pesannya dengan singkat. “Gak mau
tau, pokoknya besok jam 10.00 harus datang. Aku mau ngajak kamu ke suatu
tempat. Kamu besok bawa motor sendiri ya, jadi aku pulang bonceng kamu”
balasnya lagi. Aku bertanya-tanya mau diajak kemana, tapi dia tetap tak mau
memberi tahuku. Karena penasaran, aku berfikir ini adalah kesempatanku untuk
berjalan-jalan lagi dengannya, maka dari itu aku menuruti permintaanya.
Aku selalu bertingkah
cuek kepadanya, agar dia tak mengerti bahwa aku menyukainya. Maksudku agar dia
penasaran denganku. Tapi sampai sekarang usaha ini sia-sia saja, dia tetap tak
bisa merasakan yang selama ini sudah ku perbuat untuknya.
“Tugtingtung….Tungtingtung…”
suara alarm di handphonku berbunyi. Aku segera mengambilnya dan menekan tanda
‘tunda’ dilayar. Lalu aku melanjutkan tidur sebentar. Tiba-tiba aku teringat
akan janjiku semalam, Aku segera bangun dan langsung mandi. Aku memilih baju
yang cocok untuk ku pakai nanti menemui Cakka di Skate Park yang terletak di tengah kota. Setelah semuanya sudah ku
siapkan, karena masih terlalu pagi, aku memutuskan untuk menyapu rumah dan
halamnku terlebih dahulu. Lalu aku dikagetkan dengan suara anak laki-laki yang
berbicara dibalik jendela kamarnya “Han, datang loh ya”. Aku langsung menoleh
kearah kananku “Memangnya buat apa sih aku datang kesana?” tanyaku. “Kepo !
adadeh pokoknya datang aja” jawabnya. Aku hanya menjawab dengan kata ‘huh’ lalu
melanjutkan menyapuku.
Jarum
jam di tanganku sudah menunjukan ke angka 09.30, aku segera berangkat menuju
latihannya tersebut. Aku menghentikan gas motorku saat aku membelokkan motorku
kearah kiri jalan, yaitu tempat bermain skate itu berada. Terlihat segerombolan
anak laki-laki disana. Mataku sibuk mencari keberadaan Cakka, dan aku
menemukannya. Dia sedang duduk diteras yang bertingkat bersama salah satu temannya.
Aku
mengirim sebuah pesan singkat kepadanya “Aku uda sampai, cepat kesini”. Aku
melihat dia mengambil sebuah handphone dari saku kanan celananya, dan setelah
membacanya dia langsung melihat ke depan, yaitu ke arahku. Aku melambaikan
tangan ke arahnya. Dia beranjak dari duduknya dan mengambil sebuah helm
berwarna putih dan merah muda. Lalu dia segera menghampiriku. “Mau kemana bro?”
teriak salah satu temanya yang lumayan keras sehingga aku bisa mendengarnya.
“Adadeh..gue balik duluan ya” teriaknya.
“Turun!!”
perintahnya. “Mau ngapain?!!” bentakku. “Jangan banyak tanya deh, ayo turun
cepetan”. Aku segera turun dari motorku. “Mana kuncinya?” tanyanya. “Nih” aku
menyodorkan kunci motor yang kugenggam. “Ayo naik” dia mengejutkanku yang
sedang menatap gerombolan laki-laki yang sedang melihat ke arahku dan Cakka.
Aku segera menaiki motor yang dikendalikan Cakka. “ayo cepetan, aku sungkan
dilihatin mereka” kataku sambil menepuk pundak sebelah kanannya. Dia langsung
membelokkan setir motornya dan kami segera keluar dari wilayah tersebut.
“Memangnya
kita mau kemana sih Kka?” tanyaku berulang-ulang. Tapi dia tetap saja
merahasiakannya. Beberapa saat kemudian, dia menyebrang kearah kanan jalan dan menghentikan motornya di depan sebuah
toko. Kami segera memasukinya, dan dia menarik tanganku ke tempat yang khusus
untuk boneka. “Ya Tuhaaaann, Cakka megang tanganku..” ucapku dalam hati. Aku
memejamkan mata sambil mengerutkan keningku sejenak dan melepas senyum. Karena
ini adalah pertama kalinya dia memegang tanganku. Aku merasa tambah gugup , aku takut dia
sampai mendengar suara degupan jantungku yang semakin kencang. Aku mencoba
menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan agar aku tetap terlihat tenang.
“Kita
ngapai kesini? mau ngebeliin aku boneka?” tanyaku. “GR deh, coba pilih satu
boneka yang menurut kamu bagus” mintanya kepadaku. “Hah?” jawabku bingung.
“Yang ini” aku menunjuk boneka kotak yang berwarna kuning, yaitu boneka
spongebob. “Ih boneka yang romantis dong” balasnya. Aku menebak-nebak untuk apa
dia menyuruhku memilih boneka. “Apakah dia mau membelikanku?” ucapku dari dalam
hati sambil senyum-senyum sendiri. “Mungkin yang ini” aku mengambil boneka
beruang berwarna coklat yang berbulu halus dan terdapat gambar love didadanya.
“Yang ini? Bagus juga, oke yuk ke kasir” ajaknya. Aku berjalan membuntutinya.
“Mbak,
bonekanya dibungkus ya” ucapnya kepada seorang pegawai toko tersebut. Aku mulai
merasa kalau boneka itu bukan untukku, dan aku juga semakin penasaran Cakka
akan memberikan boneka itu kepada siapa. Saat kami sudah keluar dari toko
tersebut aku coba menanyakannya lagi “buat siapa sih bonekanya?” “buat Ulin
Han,” jawabnya “Kira-kira dia suka gak ya?” sambungnya lagi. ‘Duggg…’ “Ya
Tuhan..” ucapku dalam hati. Rasanya sakit sekali saat dia mengatakan itu kepadaku.
Rasanya seperti rongga besar yang menganga menembus dadaku dan seperti ada yang
mengganjal dikerongkonganku. Aku mencoba menahan air mata yang sudah tak kuat
merasakan sakit ini. Aku menarik nafas lagi dan menghembuskannya. Aku melirik
keatas, mencoba untuk menghalangi air mata ini untuk keluar. Aku menelan ludah,
yang sangat sakit saat masuk dikerongkongan. Aku benar-benar sudah tidak bisa
menahannya lagi. Aku segera memakai helmku dan berbalik kearah belakang
sebentar untuk mengusap air mata yang keluar dari mataku.
“Hei,
ayo naik” ucapnya, aku segera menaiki motor itu. Aku menundukan kepalaku,
melihat tanganku yang tadi sempat dipegangnya. Air mataku juga sudah keluar.
Aku ingin segera pulang, tapi aku tak sanggup berbicara lagi dengannya. mulutku
terasa kaku. “gak boleh nangis, gak boleh nangis” ucapku berkali-kali dalam
hati. “Ya Tuhan, aku sudah tidak kuat menahan air mata ini” keluhku dari dalam
hati. Beberapakali aku menggosok-gosokkan jari telunjukku kemata kanan kiriku
untuk mengusap air yang ingin keluar dari mataku.
“Kok
berhenti di sini?” tanyaku lemas. “Ayo masuk, aku traktir deh” jawabnya sambil
menggandengku lagi. “Kenapa tanganmu dingin dan berkeringat?” tanyanya.
“Nggakpapa kok, aku memang sering seperti ini” jawabku.maksudku ‘sering seperti
ini’ adalah sering merasa sakit hati karena cemburu dengannya, tapi dia tetap
saja tak pernah peka dengan apa yang kurasa. Dia mengajakku di sebuah café. “Di
sini aja Kka” ucapku yang menghentikan langkahnya. Aku mengusap-usapkan jari
telunjukku kemata. “Kamu kenapa?” tanyanya kepadaku. “Nggakpapa, tadi pas jalan
aku gak tutup kaca helmya, jadi mataku kelilipan, merah gak?” tanyaku, agar dia
tidak curiga. “Iya merah, uda jangan digituin lagi” dia menepis tanganku yang
terus menggosok mata.
Beberapa menit sudah
berlalu “Kka, pulang yuk” ajakku.
“Loh kok buru-buru?”
“Aku lagi banyak tugas yang belum dikerjain”
”Tapi kan kita belum….. Ya sudah lah” jawabnya sambil memberikan senyum yang
begitu manis kepadaku.
Sesampainya
di rumah, aku langsung memasuki kamar dan menutupnya. Aku menangis di bawah
bantal. Berkali-kali aku mencoba menjerit untuk meluapkan rasa sakitku
tersebut. Aku segera mengambil wudhu dan melaksanakan sholat agar aku merasa
lebih tenang dengan mencurahkan isi hatiku kepada Tuhan.
Aku
sudah melupakan kejadian yang ku alami kemarin. Aku hanya duduk santai di depan
teras rumah sore itu, sembari memperhatikan Bagus yang sedang bermain
skateboard bersama temannya di depan rumahku. Letak rumah kami berhadapan,
sehingga tak jarang aku mengintip apa yang sedang dilakukannya. Setiap hari aku
bertemu dengannya, dan mungkin karena itu pula yang membuat aku sulit move on
dari dia. Tak ada rasa bosanyang ku rasakan, malah akan menambah semangat jika
melihat wajahnya.
Kita
sering saling tatap mata. Bahkan, saat aku tau kalau dia memperhatikanku, lalu
aku mencoba membalas pandangannya, tapi dia selalu mencoba untuk mengalihkan
pandangannya. Tak jarang jika sedang berbicara denganku, dia tak melihat
mataku. Dia memang melihatku, tapi dia tak melihat kearah mataku.
“Hanna”
seseorang memanggilku. “Ha?” “Apa Kka?” tanyaku. “Sini dulu deh” ajaknya
kepadaku. “Loh kamu kenapa?” tanyaku lembut. “Iya Han akhir-akhir ini aku
sering bertengkar sama Ulin, udah beberapa kali kita hampir putus. Aku sayang dan
cinta banget sama dia. Aku gak mau kehilangan dia. Aku harus bagaimana lagi
supaya hubunganku dengannya tak runyam?” tanyanya sedih. Aku mencoba memberinya
masukan agar hubungan mereka membaik, walaupun sebenarnya aku sulit untuk
mengatakannya. Tapi aku berusaha memberi kebahagiaan yang terbaik untuknya.
Aku
kembali ke dalam rumah dan segera memasuki kamar kecilku yang sedikit
berantakan. Aku mengambil guling yang berada diatas kedua bantal empukku. Lalu
kupeluk erat guling yang berwana coklat tua tersebut, dan mencoba memegang
kembali tanganku yang pernah dipegannya. Air mataku mulai berjatuhan begitu
saja. Membasahi bantal dan bajuku yang berwarna biru sehingga terlihat jelas
jika ada air yang menetesinya. Sedih rasanya mengingat semua pengorbananku selama
ini yang tak pernah dihargainya, yang tak pernah dirasakannya lebih.
“Apakah ini yang dinamakan sakit hati? Ketika kita
sudah berharap, cinta kita hanya bertepuk sebelah tangan.. Apakah ini yang
dinamakan kecewa? Ketika kita sudah melakukan banyak hal untuk membuatnya
tersenyum justru tak ada yang dihargainya?”
“Mungkin
aku memang tak pantas untukmu Kka. Ulin sangat menyayangimu begitupula
denganmu. Kalian memang benar-benar pasangan yang serasi. Melihatmu tersenyum
bahagia saja sudah bisa membahagiakanku, walau senyum bahagia itu bukan kau
persembahkan untukku, melainkan kau berikan kepada dia yang kau cintai. Seorang
perempuan yang sangat kau sayangi. Seorang gadis cantik yang sedang mengisi
hatimu sepenuhnya saat ini. Kenapa bukan aku yang kau pilih? Apakah
pengorbananku selama ini tak cukup untuk mengambil hatimu? Mungkin kita hanya
ditakdirkan untuk menjadi seorang teman dan tetangga” ucapku dalam hati. Air
mataku terus membasahi pipi. Aku manangis tersedak-sedak sambil mencoba menahan
suara tangisan yang keluar dari mulutku.
Percuma
saja walau aku berteriak bertanya-tanya kenapa bukan aku yang mengisi hatinya.
Hal itu akan menambah rasa sakit hatiku. Sakit yang sangat dalam. Tiga tahun
mencoba memendam rasa suka, memendam rasa sayang kepada orang yang tak pernah
menyukaiku. “Ya Tuhaaaan” ucapku pelan sampil merebahkan badanku kekasur yang
empuk. Aku melihat keatas, memandang cahaya putih yang menerangi kamarku. Lalu
aku merasa lelah dan tertidur begitu saja.
“Awww”
teriakku kesakitan. Ada seseorang yang melemparku dengan bola volley dari arah
samping kananku, yaitu tempat kelas XI IPA 2 sedang berolahraga. Aku melihat
kekanan dan ada Cakka disana. “Enak??” tanyanya dengan wajah gembira. “Mana
bolanya, lemparkan kesini” sambungnya. “Awas kamu ya” teriakku sambil
memperlihatkan tangan kananku yang sudah menggempal. Dia hanya tertawa gembira
melihatku kesakitan. Aku hanya menganggap yang dia lakukan tadi hanya bercanda.
“Setiap nyakitin gak pernah ada rasa bersalahnya sedikitpun. Semalam uda dibuat
sakit hati, sekarang dibuat sakit kepala. Udah gak minta maaf” gerutuku dalam
hati. Aku langsung duduk bersama teman-temanku. Mereka mencoba menggodaku dan aku
terus berusaha mengalihkan pembicaraan mereka. Karena banyak yang tau dari
mereka kalau aku menyukai tetanggaku tersebut.
------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku
keluar rumah untuk membeli makanan ringan di warung kecil yang sepi. Saat aku
hendak kembali ke rumah, aku melihat Cakka sedang menduduki sebuah motor, dia sedang berbincang dengan seorang
laki-laki berkulit putih, yang memakai kaos berwarna putih, celana jogger jeans
pants, dan kakinya dibalut dengan sepatu adidas berwarna hitam yang dibagian
alasnya terdapat warna putih. Dia tampak sangat keren tetapi tetap, dia tak
bisa mengalahkan perhatianku yang kearah Cakka.
“Halo
Kka” sapaku kepadanya. “Siapa Kka?” Tanya laki-laki itu kepadanya. “Ini loh
anak depan rumah”. Beberapa menit aku berbincang-bincang dengannya, aku segera
memasuki rumah. Setelah belajar aku mengambil handphone yang tergeletak diatas
tempat tidur. Aku menekan sebuah tombol kunci yang ada disamping kanan
handphoneku, lalu mengusap layarnya menggunakan jempol kananku. Terlihat ada
beberapa pesan yang masuk dan salah satunya aku membuka pesan yang dikirim
setelah sekitar satu jam yang lalu. “Hay, aku Elang, ini Hanna yang tetangganya
Cakka itu kan?”. Aku sangat kaget membacanya lalu ku lepaskan senyum bahagia
sehingga lesung pipiku terlihat sangat jelas. “Elang? Anak keren yang tadi
ngobrol dengan Cakka tadi bukan?”
pekikku dalam hati. “Iya, ini Elang temannya Cakka bukan sih?” balasku
kepadanya. Kami sudah menghabiskan waktu semalaman untuk mengirim pesan-pesan
singkat. Aku sejenak tidak memikirkan Cakka, aku tak biasanya sebebas ini,
terlepas dari wajah bagus yang selalu membayangi fikiranku.
Setelah
berhari-hari kita berhubungan, dia menyukaiku. Dia memintaku untuk menjadi
pasangannya. Aku bingung untuk menjawab apa, aku mau dengannya karena dia
sangat memperhatikanku. Tapi hati ini rasanya tak bisa untuk dimiliki siapapun.
“Aku mau dengannya, tapi bagaimana dengan Cakka?” kata yang selalu ku ucapkan
setiap ada laki-laki yang ingin memilikiku. Elang terus memaksaku untuk memberi
jawaban ‘Iya’, dan akhirnya aku menerima cintanya. Aku meneteskan sebuah air
yang rasanya asin dari mataku. Aku mencoba menerima Elang menjadi kekasihku
agar aku bisa melupakan Cakka. Tapi salah, ternyata aku tetap menyukainya. Aku
tak bisa mengalihkan perhatianku kepadanya walaupun aku sedang bersama Elang.
“Han”
seseorang memanggilku dengan keras dari arah belakang. Aku membalikkan badanku
kearahnya. Dia ternyata Aldo, laki-laki yang sangat dekat dengan Cakka dari
kecil. “Kamu jadian sama Elang?” tanyanya dengan wajah serius. “Iya, memangnya kenapa?”
jawabku santai. “Kamu ini gimana sih !” bentaknya kepadaku. “Kamu gak mikirin
perasaan Cakka ya !” sambungnya. “Loh maksud kamu?” tanyaku kepadanya. “Dari
dulu aku kan uda sering ngecomblangin kamu sama Cakka. Masa sih, kamu gak bisa
peka sih kalo dari dulu Cakka suka sama kamu” ceritanya kepadaku. Aku
benar-benar kaget dan tak percaya dengan apa yang diucapkannya. ‘Duuggg’
jantung ini langsung berdetak sangat cepat dan dadaku tiba-tiba terasa sakit.
Rasanya aku ingin meneteskan air mata haru.
Aku
menelan ludahku dan berkata “Kamu serius? Dia kan sudah sayang banget sama mbak
Ita? Aku pikir dia sudah menemukan pasangan yang cocok. Aku pikir dia tak
pernah memikirkanku, aku pikir dia tak pernah memperhatikanku dan aku pikir dia
hanya menganggapku sebatas teman”. “Makanya kamu coba peka sama perasannya,
meemangnya kamu sudah lama sama Elang?” tanyanya kepadaku. “Belum sampai satu
bulan Do” jawabku. Aku sudah mengetahui banyak hal tentang dia selama ini, dan
dugaanku kepadanya salah besar. Ternyata dia juga sering memikirkan dan memperhatikannku. Tak salah kalimat yang
pernah ku baca disebuah jejaring sosial yang mengatakan “Jika ada seorang laki-laki yang sedang berbicara denganmu tapi dia tak
berani melihat kearah matamu, berarti dia sedang gugup. Jika saat kamu melihat
kearahnya, lalu dia langsung memalingkan muka, berarti dia sedang
memperhatikanmu”.
Hari
mulai gelap, aku mengiriminya sebuah pesan pendek yang berisikan “Kka, kamu
sebenarnya suka sama aku kan? Kenapa kamu gak jujur sama aku?”. Beberapa menit
kemudian dia membalasnya “Kamu ngomong apa sih? Jangan GR deh. Tau dari mana
kamu? Sok tau banget ! lagian aku kan sudah punya pacar, ya gak mungkin lah.
Kamu jangan berharap aku suka sama kamu deh”. Aku sangat tersinggung dengan
balasannya tersebut dan lagi-lagi dia membuatku meneteskan air mata. Aku
bingung harus mempercayai ucapan siapa. Dan sejak malam itu, kami sudah jarang
berhubungan lagi. Kami seperti orang yang saling tak kenal, saling acuh.
Aku
sedang duduk berdua dengan Elang diatas
deretan kayu tebal yang sudah dihaluskan agar serabutnya tidak melukai kulit
seseorang mendudukinya dan disanggah oleh empat kaki yang terbuat dari kayu
juga. Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba Cakka datang menghampiriku dan
Elang. Aku sangat terkejut dan tetap seperti dulu, jantugku berdegup kecang
saat aku bertemu dengannya. Aku mengalihkan padanganku yang semula aku hanya
memperhatikannya yang sedang berjalan menuju ke arahku dan Elang.
“Ciee, berduaan
aja nih” ucapnya yang sontak membuatku malu. “El, nanti sore latihan skateboard
oke? Harus datang soalnya nanti ada
anak-anak skate dari Bandung juga” sambungnya dan langsung mendaratkan
pantatnya disebelah Elang. Mereka berbincang-bincang seakan mereka tak melihat
jika ada aku disampingnya, lalu aku mencoba menyelip pembicaraanya. Kami pun
saling bercanda dan tertawa bersama. Lalu aku sejenak diam dan menatap
Cakka.”Cakka, ingin aku menyatakan semua ini, bahwa aku mengagumimu, cinta
padamu dan bahkan sampai sekarang pun, aku tetap menunggumu…
Menunggu sesuatu yang ku harapkan sejak awal kita bertemu.
Aku tak pernah menghilangkan rasa sukaku sedikitpun kepadamu, walau sekarang
bukan kau yang berada disampingku, bukan kau yang menemaniku disaat suka maupun
dukaku, bukan kau pula yang membuat kabar setiap waktu kepadaku.
Terkadang juga terselip rasa sakit yang begitu dalam saat aku melihatmu dengan
wanita lain, sakit saat melihat senyum bahagiamu yang bukan karenaku. Mampukan
diriku yang lemah ini menggapai lubuk hatimu? If you know, what I want is you,
not him !!...” ucapku dalam hati.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku tak sengaja bertemu Aldo saat aku sedang memilih-milih
novel di gramedia. Aku berbincang-bincang dengannya, aku jengkel karena
ulahnya yang membuat hubunganku dengan Cakka menjadi semakin runyam. Lalu Aldo
menjelaskan semuanya kepadaku. Aku sangat terkejut saat dia mengatakan bahwa Cakka
sakit demam sampai beberapa hari setelah mendengar kabar bahwa aku menerima
Elang menjadi kekasihku,. Tak salah jika saat itu aku tak pernah melihatnya di
sekolah saat itu. Kali ini aku benar-benar dilema.. apa yang harus aku lakukan?
“Cinta pertama? Kamu masih menganggap dia sebagai your
first love? Terus Elang kamu anggap siapa?” Tanya Aldo yang sedikit membentak.
Aku menarik nafas lalu berkata “memangnya first love itu harus yang pertama
kali menjadi pacar? First love itu kan buat orang yang pertama kali bisa
menjadi raja dihati, buat orang yang pertama kali bisa membuatku selalu merasa
gugup dan bahagia, bukan orang yang pertma kali menjadi pacarku, percuma kalau
pacaran yang sebenarnya aku tak pernah merasakan seperti apa yang aku rasakan
kepada sang first love”.
#skip
“Hah? Cakka? Putus? Sama Ulin?” tanyaku berkali-kali kepada
Aldo. Kenapa saat aku sudah bersama orang lain kamu lakukan itu? Kenapa kamu
selalu membuatku bingung? Tak bisakah kau membuatku tenang sedikit saja? Kenapa
kau selalu membuatku menjadi serba salah?
***
“Gimana hubunganmu dengan Elang?” Tanya Aldo yang sedang duduk disamping
kananku. Aku hanya terdiam dan tertekun mendengar pertanyaanya. “Kok diam? Kamu
nih denger gak sih?” bentaknya. “Aku uda putus sama Elang, Do” jawabku lemas.
“Hah? yakin? Kok bisa sih?” tanyanya penasaran. Aku beranjak dari dudukku
“Bukannya itu yang kamu sama Cakka mau? Bukannya itu yang kalian inginkan? Itu
kan? Kalian selalu membuatku bingung, kenapa dia selalu membuatku tersiksa?
Kenapa dia selalu membuatku rumit? Tak bisakah dia membuatku bahagia sedikit
saja? Aku capek, aku ingin dia tak selalu membayangi fikiranku !! aku ingin
merasakan kebebasan. Kenapa aku harus dipertemukan dengannya kalau pada
akhirnya dia selalu membuatku bimbang??” bentakku kesal kepada Bian. Aku pergi
meninggalkan Bian yang terdiam karena perkataanku tadi. “Sorry Do, aku memang
benar-benar sudah capek…” lirihku dalam hati sembari terus berjalan
meninggalkannya.
#skip
“Kamu bisa gak sih,
gak usah urus aku lagi? Kita itu uda gak ada hubungan apa-apa lagi, jadi aku
berhak buat temenan sama siapa saja.” Bentakku kepada Elang. “Oh kamu uda
kecantol sama yang biasa kamu sebut sahabat sendiri itu?" katanya yang
membuatku semakin emosi. “Memangnya kenapa? Salah kalau aku suka kepada Cakka?
Apa urusanmu? Apa hakmu mengatur hidupku? Aku memang suka kepada Cakka sejak
awal aku bertemu, bahkan saat kita pacaranpun aku tak pernah menaruh perasaan
yang tak lebih dari seorang teman yang harus saling sayang kepada teman yang
lain” nyataku kepanya. Aku sudah sangat sebal dengan perlakuan Elang yang
selalu membatasi pergaulanku dengan teman-temanku. Aku melihat rasa kecewa dan
sedih di wajahnya. “Oh gitu.. makasih banget ya, aku gak nyangka ternyata kamu
selicik itu. Makasih banget buat semuanya” jawabnya sembari meninggalkanku. Aku
hanya berdiri membeku dengan pandangan kosong, aku benar-benar sangat jahat,
apa yang sudah ku lakukan? Aku menyakiti seseorang yang telah membuatku
bahagia? sesorang yang sangat memperhatikanku? Pipiku menjadi basah.. aku tak
kuasa menahan semua air yang ingin keluar dari mata sembabku. “Maafkan aku El…”
ucapku tengan isak tangis yang tak henti.
Kujatuhkan tubu lemasku ini. Tak bisa kuhentikan perasaan
kesalku. Suara tangisku terdengar sangat keras karena keadaan sekolah
sudah sepi, semua siswa dan guru sudah pulang ke rumah masing-masing. Aku
sangat kesal denganku sendiri yang begitu bodoh hingga menyakiti orang yang
benar-benar mencintaiku. Aku menoleh kebelakang, kearah Elang yang terus
berjalan meninggalkanku. “Hebat lo Kka” nyatanya kepada Cakka yang ternyata
berada dibelakang kami berdua, dia terdiam kaku saat mendengar perbincanganku
dengan Elang tadi. “Tapi El, ini gak…….” Teriak Cakka yang tak selesai berkata
sembari meraih pundak Elang. “Udahlah, jauh-jauh lo dari gue” jawab Elang
sembari menepis tangan Cakka.
***
Hari ini benar-benar heboh, seluruh siswa sedang dihebohkan dengan kabar
menyedihkan itu. Akun media sosial milik mereka gempar dengan Elang yang sudah
beberapa hari tidak masuk sekolah. Aku hanya terdiam mendengar kabar tersebut.
Apa yang harus aku lakukan? Aku yang telah membuatnya seperti itu.. aku
benar-benar telah berdosa. Aku tak akan menampakkan diriku lagi didepannya, aku
akan berusaha menuruti kemauannya tersebut. Tapi, apa dengan keadaan ini aku
harus tetap menepati permintaannya tersebut?
***
Hari ini adalah hari aku memasuki kelas baru, begitu juga dengan Elang yang
sudah berpindah sekolah di luar kota. Aku benar-benar harus mengambil pelajaran
dari semua yang telah ku alami.
#skip
Mataku benar-benar terbelolo saat stalking
akun twitter milik Cakka yang sedang memasang bio yang menyatakan kalau dia sekarang sedang menjalin relationship
dengan gadis lain. Aku benar-benar tak menyangka kalau laki-laki yang sudah ku
perjuangkan selama ini ternyata seperti itu. “Inikah balanku terhadap apa yang
sudah kulakukan?” tanyaku sedih. Kenapa harus aku yang berjalan menyusuri jalan
yang begitu rumit ini? Mana bukti dari yang dikatan Aldo kepadaku? omong kosong
!! “Inikah cara kalian menghancurkanku? Kenapa harus aku?
Kenapa aku yang harus kalian dijadikan permainan.
Tahun ini adalah tahun dimana aku akan disibukkan dengan
jadwal Try Out, Ujian sekolah, dan yang paling menyeramkan adalah Ujian Nasional.
Ya itulah yang biasa menjadi bumerang bagi para siswa saat memasuki kelas
akhir. Waktu memang berlalu begitu
cepat, rasanya baru kemarin aku meninggalkan seragam putih-biruku, dan tahun
ajaran ini aku akan melepas seragam putih- abu-abuku. Tidak akan ada lagi
dihukum saat upacara bendera karena tidak membawa topi, mengerjakan tugas
bareng, ngegosip dipojok kelas, dan sebagainya.
***
“Han !! apa kabar?”
sapa seorang laki-laki yang lewat didepanku.
“Cakka? Ng… kabar baik” jawabku singkat.
“Kamu kenapa sih Han? kok akhir-akhir ini kamu selalu mengindar dari aku?”
tanyanya curiga.
“Kenapa? Ngak kenapa-kenapa. Udah dulu ya, aku banyak tugas” jawabku sembari
meninggalkan Cakka yang mencoba meraih tanganku.
“Lo
ngapain sih ganggu Hanna terus? Ga ada habisnya ya lo bikin dia sedih?” Bentak
Shila. Ya dia sahabatku sejak SMP, aku mulai mengenalnya sejak awal MOS, dulu
aku dan shila satu gugus, dan kami juga sering masuk di kelas yang sama.
“Maksud lo apa sih? Gue ga ngerti” tanyanya penasaran. “Udalah Shil, kamu mau
jelasin gimana pun dia gak bakalan ngerti. Dia kan memang cowok yang gak punya
hati”. Aku menyela perbincangan mereka sembari menarik tangan Shila untuk
memasuki kelas.
Bagus
mengejarku dan Shila, dia menarik tanganku dengan erat “Aww.. lepasin gak?!”
bentakku.
“Aku gak bakal lepasin kalau kamu belum
jelasin ke aku” pintanya.
“Jelasin apalagi sih? Aku pikir semuanya sudah jelas.”
“Nggak Han, kamu udah gak seperti Hanna
yang dulu aku kenal”.
“Ohh gitu ya?? Memangnya dulu aku
seperti apa? Kamu pikir cuma kamu yang bisa berubah?” jawabku yang membuat
bagus menjadi emosi.
“Kamu kenapa sin Na? Apa salahku?”.
“Salah kamu itu banyak banget. Uda satu tahun aku mencoba untuk melupakan kamu,
kenapa kamu harus muncul lagi dalam hidupku? Kalau boleh memilih, aku lebih
baik tak pernah mengenalmu. Im very hate you, jangan pernah kamu ganggu aku
lagi, anggap saja kita tak pernah kenal” pintaku kepadanya. “Sekarang lepasin
tanganku” sambungku. Cakka melepas genggamanya yang erat dari pergelangan
tanganku.
“Udahlah Na, kamu
gak perlu nangisin cowok seperti dia” Shila mencoba menenangkanku yang mulai
meneteskan air mata. Sudah lama aku tak menagis semenjak aku mencoba menghindar
darinya, rasanya sangat damai. Tapi kenapa aku harus meraskan seperti ini lagi?
***
“Han, lo kenapa sih jauhin gue? Gue tersikasa Han. Lo
bilang lo suka ke gue? Lo sayang ke gue, tapi kenapa lo malah benci ke gue?
Please Han, jangan jauhin gue. Gue juga suka ke lo dari awal kita ketemu, saat
kita saling tatap mata, gue ingat banget Han. Gue sayang sama lo. Lo yang
biasanya bikin gue damai, adem.. tapi kenapa tiba-tba lo giniin gue?” lirih
bagus dalam hati.
“Woii..
ngelamun aja” teriak Aldo sembari menepuk bahunya. “Kenapa lo bro?? kalo ada
masalah cerita dong ke gue, jangan lu pendem sendiri” pinta Aldo kepada Cakka.
“Gue gakpapa kok” jawab bagus lemas
sembari meninggalkan Aldo.
“Cakka kenapa sih tiba-tiba aneh gini?” Tanyanya heran.
“Hanna
!!” seseorang memanggilku dari arah belakang.
“Aldo? Ada apa Do?.
“Cakka kenapa sih Han? ko tadi dia lesu banget?” tanyanya penasaran.
” Kamu ngapain nanya ke aku? Emangnya aku siapanya Cakka?” jawabku judes. “Tapi
Han.. Gak biasanya dia…..”
“Udah ya Do, gak usah ngomongin Cakka lagi, aku sudah bosan. Jadi please kamu
tinggalin aku sekarang”.
“Gak asik lo Han!! ” jawab Aldo yang kecewa dengan perkataanku
tadi.
***
Malam ini benar-benar sepi, jalanan yang licin dan udara
yang dingin karena guyuran hujan yang membasahi kotaku tadi sore. Cakka
mengendarai motornya dengan mata kosong, entah apa yang dipikirannya hingga dia
seperti itu.
”Tiiiiiim tiiiiiiiinnnnnnnn” *Bruukkkkk* Cakka terpental ke badan mobil Honda Jazz
yang berwarna putih itu. Terlihat jelas darah yang kental tumpah di badan mobil
tersebut.
Polisi sudah berada di tempat kejadian untuk menyelidiki
kasus penyebab kecelakaan tersebut. Dan Cakka segera dibawa menuju rumah sakit
umum untuk mendapatkan perawatan.
***
“Apa? Kamu serius?”
bentakku kepada Aldo. *Brakk* Aku menjatuhkan handphone yang kugenggam
ditelinga. “Cakka….” Aku menangis keras.. Jangan tinggalin aku Kka, kamu memang
jahat, kenapa dari dulu kamu selalu membuatku sedih Kka? Kamu jahat Kka, aku benci kamu” jeritku dalam
isak tangis yang tak henti.
“Innalillahiwainnaillahirojiun… kok bisa sih Han? kamu yang sabar ya, ini semua adalah rahasia
Yang Kuasa” kata Shila yang mencoba menenangkanku dengan suara yang menahan
tangis disebrang sana.
“Cakka telat dibawa ke UGD Shil, dia jahat banget, kenapa dia selalu bikin aku
nangis gini Shil? Sekarang dia bakalan ninggalin aku untuk selamanya…” jawabku
yang sedikit menjerit dengan isak tangis yang tak kunjung berhenti.
“Bagus..
kenapa kamu meninggalkan aku? Mana bukti yang katanya kamu sayang sama aku?
Kenapa kamu tinggalin aku? Kamu jahat, kamu selalu membuat aku sedih, selalu membuat
aku menangis, sekarang kamu pergi untuk selamanya? Apa maumuuuu.. aku benci
kamu Kka “ jeritku dalam tangis. Aku terus memukul batu nisan dan tanah makam
Cakka.
“Udah Han.. kamu ikhlasin Cakka biar dia tenang disana. Dia pasti sedih kalo
liat kamu gini” ucap Shila sembari mengelus rambut panjangku.
“kamu kenapa gak lindungin Cakka? Mana bukti dari janji kalian yang akan saling
menjaga? Mana?!!” aku terus memukul Aldo yang keras. Aldo hanya terdiam
membeku, dia menjatuhkan badannya di depan makam Cakka“maafin gue Kka, gue gak
bisa jadi sahabat yang baik, gue gak bisa tepatin janji gue, lo boleh marah ke
gue…” ucap Aldo dengan suara tangisnya yang kencang.
***
“Hai Kka apa kabar kamu
disana? Aku kangen banget sama kamu.. Happy birthday ya, aku membawa bunga mawar yang keseratus untuk kamu,
semoga kamu bahagia disana, kamu pasti juga kangen sama aku kan? Kamu jangan
sedih ya, aku akan jarang nemuin kamu lagi, besok pagi aku akan berangkat ke Bandung
untuk kuliah disana. Alhamdulillah akhirnya aku bisa diterima di universitas
yang aku inginkan dari dulu. Akhirnya aku udah gak pake seragam lagi.. Harusnya
aku besok berangkat bareng kamu Kka, tapi kamu malah ninggalin aku. Aku janji,
sebelum aku berangkat, aku akan nemuin kamu dulu. Udah dulu ya Kka, kamu jangan
sedih, aku bakalan kangen banget sama kamu. “ ucapku dengan air mata yang tak
henti menetesi tanah makamnya.
***
“Hai
Kka.. Maafin aku ya, aku udah lama gak nemuin kamu.. aku baru datang dari bandung,
aku kangeeeen banget sama kamu. Oiya
maaf mawar yang aku bawa sudah layu, aku lupa menaruhnya seharian didalam tas.
Kamu jangan marah ya…Kamu jangan
khawatir akan sosok yang akan menggantikanmu dihatiku,aku gak akan lupain kamu
kok. Meskipun aku harus bersama dengan laki-laki lain, tapi kamu akan tetap
menjadi yang pertama untukku, karena kamu yang membuat cerita untukku, aku gak
bakal lupain kenangan kita dulu Kka, karena hanya kamu, kamu akan tetap menjadi
first love ku. Kamu akan selalu hidup dihatiku.
***
“Hai Kka, apa kabar? Maafkan aku Kka, aku
tidak bisa lagi seperti dulu yang setiap pagi nemuin kamu, padahal aku kangen
banget sama kamu.. Maafin aku juga Kka, sampai sekarang setiap kali aku bertemu
kamu, aku masih saja mengeluarkan air mata.. Tapi aku janji, besok pagi aku tak
akan ngeluarin air asin ini lagi dari mataku. Kamu jangan sedih disana, aku
baik-baik saja kok, karena ini adalah air mata bahagia dariku karena aku masih bisa
bertemu kamulagi” aku mengusap pipiku yang basah. “Cakka, aku pulang dulu ya..
Kamu baik-baik disana, aku akan merindukanmu” sambungku sembari mengecup batu
nisan berwarna putih tersebut.
“Ya
Tuhan ini kah jawaban akan doaku kepadamu? Ya, sekarang dia akan selalu ku
miliki selamanya, di sini, dihati yang paling dalam”
Author : Hariyani Ayu Purwanti